BLOGGER TEMPLATES AND Friendster Layouts »
Powered By Blogger

Latest Photos

Latest News

Senin, 28 Juni 2010

Mengapa Inggris Selalu Kalah?

Kekalahan telak Inggris dari Jerman pada babak 16 besar (27/6) kemarin semakin menambah kegagalan yang kesekian untuk tim berjuluk the three lions tersebut. Kegagalan yang pada akhirnya selalu diselingi beribu-ribu pertanyaan. Pertanyaan yang paling mendasar biasanya adalah mengapa Inggris selalu gagal padahal pemain-pemainnya dianggap mempunyai kualitas yang mumpuni apalagi beberapa dari mereka berasal dari klub-klub top Inggris seperti Manchester United, Chelsea, Arsenal, dan Liverpool. Siapa tak kenal Wayne Rooney, Frank Lampard atau Steven Gerrard? Semua pasti mengenal.
Kesalahan-kesalahan kemudian dicari-cari dan yang selalu menjadi korban adalah English Premier League, kompetisi sepakbola paling bergengsi di Britania dan juga dunia. Premier League selalu dituding menganaktirikan para pemain Inggris asli dan lebih senang memperkerjakan para pemain asing bahkan yang jenius. Pada awalnya, saya juga berpendapat demikian namun setelah membaca buku Soccernomics karya Simon Kuper dan Stefan Kzymanski, saya malah mempunyai pendapat lain. Jadi, apa yang menyebabkan Inggris selalu kalah?
  1. Pola pikir masyarakat Inggris yang yang rada berorientasi ke buruh. Ini dimulai dari Revolusi Industri yang terjadi di negara ini pada akhir abad ke-19. Buruh adalah komponen utama dalam susunan masyarakat Inggris yang membuat banyak wajah Inggris berubah menjelang ke masa modern. Buruh juga yang mempunyai pengaruh dalam setiap pertandingan sepakbola yang memang dikhususkan oleh mereka sehabis bekerja seminggu dengan gaji yang tidak menentu. Akibatnya, pola seperti ini kemudian menular pada tata cara pengelolaan klub sepakbola. Klub-klub sepakbola di Inggris biasanya lebih senang memperkerjakan staf-staf yang tidak berpendidikan tinggi sebab yang berpendidikan tinggi selalu saja dimusuhi atau dihalang-halangi.
  2. Pelatih dan pemain Inggris memang tidak jenius. Pernah mendengar pemain terbaik atau pelatih terbaik dunia dari negara ini? hampir-hampir kita tak pernah mendengarnya. Kenapa mereka bisa dikatakan seperti itu? dalam soccernomics dijelaskan banyak pemain dari Inggris yang sudah putus dengan pendidikannya pada usia 16 tahun dan kemudian memutuskan konsentrasi ke sepakbola. Hal ini tentu berbeda dengan kebanyakan pemain di negara lain yang terus meneruskan studinya sambil bermain sepakbola. Hal ini dikarenakan adanya anggapan bahwa sepakbola haruslah diselaraskan dengan pendidikan tinggi. Begitu juga dengan pelatihnya. Para pelatih Inggris rata-rata bukanlah pelatih yang jenius karena tak pernah menempuh pendidikan tinggi apalagi kepelatihan. Alih-alih mau jadi pelatih top malah sebaliknya. Kebanyakan dari mereka adalah bekas pemain yang merasa pede ketika melatih tanpa harus tahu antara teori dan praktek. Ini berbeda sekali dengan pelatih-pelatih di luar Inggris yang memang sama seperti pemainnya mengutamakan pendidikan tinggi. Hasilnya bisa dilihat pada diri Jose Mourinho atau Arsene Wenger.
  3. Publikasi yang berlebihan. Sudah tahu kemampuan para pemain dan pelatihnya biasa-biasa saja masih saja mereka diperlakukan dengan publikasi yang mencolok. Hal ini menjadikan mereka seperti sekumpulan artis hollywood. Media-media di Inggris memang terkenal seperti itu dan terlalu mendramatisir kondisi tim Inggris ketika kalah atau menang padahal performa biasa-biasa saja.
  4. Karena pola pemikiran ke buruh haram namanya taktik dan strategi. Dalam setiap pertandingan klub-klub Inggris dapat dilihat pola 4-4-2 yang condong kepada kick and rush. Saya hanya ingin mengatakan bahwa cara seperti itu tidak ada seninya karena tidak melalui proses. Jika Inggris mau maju seharusnya meninggalkan hal ini dan utamakan taktik dan strategi.
Sebenarnya banyak hal yang menyebabkan Inggris selalu kalah tetapi apa yang saya jabarkan merupakan inti dari semua. Ya semoga saja penggemar Inggris sadar begitu juga pemain dan masyarakat di sana. Jadi, Inggris bukanlah tim besar yang harus inferior terus kan?

Sabtu, 26 Juni 2010

Maskot-maskot Piala Dunia dari Masa ke Masa (1966-2010)

 


Sejak tahun 1966 Piala Dunia mulai ada maskot. Maskot di sini bukan hanya pelengkap saja tetapi juga menunjukkan ciri khas negara penyelenggara. Silakan menilai maskot manakah yang bagus, kreatif, inovatif, dan penuh interaksi dan sebaliknya.

Jumat, 25 Juni 2010

Logo-logo Piala Dunia Dari Masa ke Masa (1930-2010)


Inilah logo-logo Piala Dunia dari masa ke masa. Banyak warna, banyak ragam. Silakan menilai mana yang bagus, kreatif, dan inovatif atau sebaliknya.

Arrivederci Italia!

Arrivederci Italia! Itulah ungkapan yang tepat untuk menyimpulkan perjalanan singkat Italia di Piala Dunia 2010. Datang dengan status sebagai juara bertahan pada kenyataannya Italia tidak bisa menampilkan permainan yang diharapkan. Bermodalkan para pemain tua dan pengalaman pada kenyataannya juga tidak mampu untuk menolong Italia agar bisa berbicara banyak. 
Bencana itu dimulai dari perjalanan pertama Italia di fase grup menghadapi Paraguay yang berakhir imbang 1-1 dan pada pertandingan kedua menghadapi Selandia Baru, tim anak bawang juga dengan skor yang sama. Akhirnya Italia yang dituntut menang harus menghadapi Slovakia yang juga butuh kemenangan agar bisa memperpanjang nafas di Piala Dunia. Dari kualitas, mental, dan pengalaman jelas Italia menang atas negeri pecahan Cekoslovakia tersebut yang baru sekali ini menjalani dengan status debutan. Sayang apa daya permainan Italia yang membosankan dan mudah tertebak akhirnya menjadi bumerang bagi tim berjuluk "Gli Azzuri" tersebut. Mereka malah tertinggal dua gol oleh Robert Vittek walau sempat diperkecil oleh Antonio Di Natale. Tetapi, tetap saja Slovakia yang mewarisi kehebatan Cekoslovakia mampu menambah keunggulan lagi walau sempat diperkecil kembali oleh Fabio Quagriarela. Ketika peluit panjang dibunyikan oleh Howard Webb pupus sudah harapan juara bertahan untuk bernafas. Sekali lagi Arrivederci Italia!

Rabu, 23 Juni 2010

Nasib Beda 2 Korea di Piala Dunia 2010

Kekalahan telak yang dialami Korea Utara dari Portugal tentu saja mengejutkan jika dilihat dari skor dan permainan. Tim berjuluk "choilima" tersebut padahal di pertandingan awal bisa merepotkan Brazil yang cuma mereka beri 2 gol dan juga di awal pertandingan melawan Portugal, seleccao Eropa itu juga mereka buat repot. Tetapi, apa mau dikata kualitas dan mental memang jadi penentu pertandingan. Hasil yang begitu mengecewakan sampai-sampai siaran langsung di negeri itu segera dihentikan karena begitu memalukannya. Juga hasil tersebut menggagalkan ambisi Korea Utara untuk bisa mengulangi prestasi pada 1966.
 
Lalu bagaimana dengan tetangganya, Korea Selatan? Ini malah sebaliknya. Ksatria Taeguk malah berhasil lolos ke babak 16 besar dan menjadi Asia pertama yang lolos ke babak tersebut di Piala Dunia kali ini. Hasil itu mereka dapatkan usai menahan imbang Nigeria 2-2 dan di pertandingan lain Yunani, kompetitor mereka kalah 0-2 oleh tim favorit Argentina. Hasil seri pun dengan kata lain sudah cukup untuk meloloskan mereka untuk berhadapan dengan Uruguay di babak selanjutnya. 

Meskipun beda nasib tetap saja kedua Korea akan saling mendukung apalagi bila melihat pencapaian Korea Selatan dan sepertinya akan terlihat bahwa sekat-sekat politik kedua negara bukanlah penghalang bagi keduanya untuk tetap bersatu setidaknya di Piala Dunia ini. 
 

Senin, 21 Juni 2010

Dekonstruksi dalam Sepakbola (pos) Modern

Meminjam ungkapan Derrida bahwa dekonstruksi adalah melepaskan sesuatu dari konteksnya. Dalam kajian filsafat hal tersebut biasanya adalah teks-teks yang secara gamblang sudah terstruktur baik bentuk dan isinya. Dalam sepakbola hal demikian juga berlaku. Karena dekonstruksi adalah demikian seperti yang disebutkan di atas itu dalam sepakbola adalah mengubah sesuatu yang sudah terstruktur baik dalam permainan maupun organisasinya. 
Contoh nyata hal tersebut adalah pola 4-3-3 milik Belanda yang kental dengan penyerangan total. Di pola ini kita bisa melihat ketidaklaziman posisi pemain untuk tidak harus berada di posisinya. Dengan demikian setiap pemain bisa mencetak gol dari posisi manapun.
Contoh lain adalah pergantian pemain yang sudah tidak konvensional. Misal pemain depan ditarik dan digantikan pemain belakang atau sebaliknya.
Perubahan status sepakbola menjadi olahraga berbasis industri dan komersialisasi bisa dikatakan masuk dalam dekonstruksi karena merubah atau melepas sepakbola sebagai konteks olahraga murni yang biasanya hanya dimainkan sebagai penyegaran jasmani menjadi mesin penghasil uang milyaran.
Atau dalam hal lain lagi yaitu mengenai aturan Bosman. Berkat aturan ini pemain bisa bebas memakai keputusannya sendiri untuk pindah klub tanpa harus diatur klub sebelumnya dan berhak meminta gaji yang tinggi dari setiap penampilan. Sebelum aturan Bosman semua kepentingan pemain diatur klub.

Kamis, 17 Juni 2010

Fantastico Higuain!

Argentina memenangkan pertandingan keduanya di grup B melawan Korea Selatan dengan skor 4-1. Sebuah skor besar yang fantastis. Hasil tersebut pun mengantarkan Argentina melaju ke babak kedua dengan status tim pertama. Bukan Messi yang menjadi bintang di pertandingan tersebut tetapi Gonzalo Higuain. Penampilannya yang impresif membuat dirinya bisa membuat hattrick pertamanya dan juga pencetak gol terbanyak sementara di turnamen ini. Ini juga sekaligus menjadi debut yang mengesankan untuk seorang Higuain yang aslinya adalah Perancis kelahiran Argentina pada 23 tahun lalu di Piala Dunia.
 
Sebelum 2007 memang tak banyak yang mengenal siapa itu Gonzalo Higuain. Hal ini dikarenakan dia hanya bermain di Liga Argentina bersama River Plate yang memang kurang publikasi. Barulah pada 2007 awal ia dibeli Real Madrid untuk mengisi kebutuhan raksasa Spanyol tersebut. Awalnya Higuain banyak dioperasikan sebagai gelandang oleh Capello untuk menyokong duet Raul dan Ruud van Nistelrooy. Sebuah posisi yang tidak biasa sehingga akhirnya tidak begitu mengesankan pada musim pertamanya di Madrid namun dia berhasil membawa klub berjuluk galaticos itu juara. Begitu juga setahun berikutnya.

Higuain memang aslinya adalah orang Perancis namun karena ia lahir dan besar di Argentina ia lebih memilih Argentina daripada negeri leluhurnya. Makanya, ia tak sungkan untuk menolak tawaran timnas Perancis.

Penampilannya yang impresif bersama Real Madrid musim lalu bersama Christiano Ronaldo membuat Maradona tidak ragu untuk memanggilnya. Dan jika penampilan Argentina terus ke final bisa dipastikan tabungan golnya akan bertambah dan sepatu emas dan juga gelar pemain terbaik dunia bisa direngkuhnya. Hal tersebut akan menjadikan sebagai orang Argentina kedua setelah Lionel Messi.

Rabu, 16 Juni 2010

OOOO.....Sanchez....what a....

Pertandingan antara Honduras dan Cili baru saja berakhir beberapa menit yang lalu dan dimenangkan oleh Cili dengan skor 1-0. Gol semata wayang dibuat oleh Jean Beausejeour, pemain Cili keturunan Haiti pada menit ke-34 setelah umpan tarik dari Mauricio Isla. Dengan hasil tersebut membuat Cili optimis akan partai kedua menghadapi Swiss pada 21 Juni nanti dan mungkin akan mengulang prestasi yang pernah dibuat pada 1962 ketika Cili menjadi tuan rumah dan menduduki peringkat ke-3. Namun, yang menjadi bintang pada pertandingan itu bukanlah si empunya pencetak gol seperti yang FIFA umumkan di situsnya melainkan Alexis Sanchez. Sang gelandang sayap yang juga bermain sebagai penyerang terlihat begitu melakukan banyak pergerakan yang cukup merepotkan barisan pertahanan Honduras yang dikomandoi oleh Maynor Figueroa. Akibatnya, pemain yang terdaftar bermain di Udinese ini sering jadi terjangan lawan. Saya melihat pemain nomor 7 ini paling menonjol  dari awal hingga akhir pertandingan. Di usianya yang masih terbilang muda sekitar 21 tahun ada kemungkinan Sanchez bisa menjadi bintang di Piala Dunia ini. Apalagi jika Cili bisa dibawanya menjadi juara dunia. Dan pastinya harga jual dari pemain ini menjadi begitu mahal.

Selasa, 15 Juni 2010

Honda Dan Kemenangan Jepang

Jepang mencatatkan dirinya sebagai tim Asia kedua setelah Korea Selatan yang berhasil menang di laga awal Piala Dunia 2010 grup E. Hasil itu mereka dapatkan setelah berhasil menekuk singa Afrika, Kamerun dengan skor 1-0. Keisuke Honda menjadi aktor kemenangan dalam partai yang digelar di Bloemfoentein tersebut. Hasil ini setidaknya bisa meredam kritikan yang terus datang bertubi-tubi pada diri pelatih timnas Jepang, Takeshi Okada yang mencanangkan target Jepang ke semifinal dan menempatkan Jepang di bawah Belanda yang sebelumnya menang 2-0 atas Denmark.

Pada pertandingan tersebut harus diakui Keisuke Honda memang menjadi pahlawan dan juga tercatat sebagai man of the match oleh FIFA setelah pertandingan tersebut. Perannya tidak hanya sebatas pada mencetak gol semata wayang saja tetapi seringkali pergerakannya merepotkan barisan pertahanan Kamerun yang dikomandoi oleh Sebastien Bassong. Honda dalam pertandingan itu memang multiposisi. Ia bisa merubah dirinya menjadi penyerang namun juga bisa menjadi gelandang, posisi aslinya dan satu lagi bek. Inilah yang membuat pergerakannya ada dimana-mana bak siluman.

Dalam pertandingan ini Kamerun memang lebih banyak mendominasi walaupun sempat diambil alih Samurai Biru. Kesempatan itu tentu dimanfaatkan dengan baik oleh Jepang dan Honda adalah jawabannya pada menit ke-39 setelah menerima umpan Daisuke Matsui.

Sebelumnya, publik sepakbola dunia tak begitu mengenal Honda. Ia baru dikenal ketika memperkuat CSKA Moskow dan mencetak satu-satunya gol kemenangan CSKA atas Sevilla di babak kedua Liga Champions musim kemarin. Gol itu juga yang menjadikan dirinya menjadi pemain Jepang satu-satunya yang juga melaju ke perempatfinal. Meski di perempatfinal CSKA kandas oleh Inter namun penampilan gemilang Honda membuat ia dipanggil ke timnas Jepang di Piala Dunia ini.

Gol atas Kamerun tadi pun semakin meneguhkan eksistensi pemain kelahiran Settsu 24 tahun yang lalu tersebut yang awalnya bermain untuk VVV Venlo di Belanda setelah diboyong dari Nagoya Grampus Eight.

Minggu, 13 Juni 2010

GREEN: "Bintang" Yang Bersinar....

Pertandingan Inggris dan AS dinihari tadi memang adalah sebuah pertandingan yang berkelas. Tak disangka AS yang merupakan kuda hitam di Piala Dunia mampu mengimbangi dan membuat repot Inggris. Pertandingan yang juga bertajuk football vs soccer ini karena begitu pentingnya hampir selalu tak lepas dari pergerakan kamera-kamera yang dipasang di penjuru stadion dan lapangan. Bahkan terlihat ada beberapa kali tayangan ulang yang lebih dari pertandingan yang biasa kita lihat pada Piala Dunia ini. Layaknya pertandingan pasti ada juga "bintang"nya.

 FIFA lewat situs resminya mengungkapkan bahwa man of the match dalam pertandingan tersebut adalah Tim Howard, kiper timnas AS yang memang begitu cemerlang di bawah mistar tim negara adidaya tersebut. Namun saya dan juga para gila bola lainnya berpendapat lain bahwa "bintang" dalam pertandingan tersebut adalah Robert Green, kiper tim 3 singa. Ke "bintang"an Green bukan halnya seperti Howard tetapi karena blundernya. Tiga puluh enam menit setelah Inggris unggul atas kolega politiknya lewat Steven Gerrard, Clint Dempsey yang berada di luar kotak penalti Inggris menguasai bola dan memutar sebelum melepaskan tendangan ke arah Green. Dari pengamatan orang awam tentu akan menilai bola yang ditendang Dempsey termasuk pelan dan biasa-biasa saja. Akan tetapi Green malah melakukan hal yang luar biasa. Bola itu sempat ada di pelukan tangannya tetapi kemudian lepas dan masuk! AS pun menyamakan kedudukan! Semua pun terkejut! Namun yang dibicarakan bukan gol Dempsey tetapi Green. Terus saja semua pihak setelah gol itu menyorot dirinya. Memang setelah pertandingan Green pun jadi bahan pembicaraan semua pihak yang tentu kecewa dengan penampilan debutnya di Piala Dunia. Namun, Fabio Capello yang berjudi menurunkan Green tak mau menyalahkannya begitu rekan-rekan Green lainnya termasuk kapten Steven Gerrard yang malah lebih menyalahkan Jabulani. Dengan penampilan tersebut makin menegaskan bahwa Inggris memang sudah tak mempunyai kiper tangguh lagi setelah David Seaman. Robert Green adalah korban dari kebijakan beberapa klub besar Inggris yang lebih suka memakai kiper asing. Ia sendiri adalah kiper dari West Ham United yang tentu saja semua orang tahu mengenai klub tersebut sehingga pengalaman untuk tampil di berbagai ajang kompetisi termasuk Liga Champions pun mustahil.

Korsel Menawan, Argentina Menang: Review pertandingan Grup B Piala Dunia 2010

Judul di atas seperti ada korelasinya namun sebenarnya tidak. Jika melihat dua pertandingan grup B Piala Dunia 2010 yang baru saja berakhir beberapa jam lalu akan didapat sebuah kenyataan yang paradoks. Di pertandingan pertama grup ini Korea Selatan yang tidak begitu diunggulkan kala bersua Yunani malah bisa membalikkan keadaan dengan menghempas juara Eropa 2004 tersebut dengan skor 2-0. Gol pertama Korsel diciptakan oleh Lee Jung Soo pada menit ke-7 lewat tendangan sudut. Dalam tayangan ulang terlihat beberapa bek Yunani tidak serius menjaga pemain ini sehingga ia bisa dengan bebas menceploskan bola ke gawang Alexandros Tzorvas. Gol kedua diciptakan oleh bintang the taeguk warriors asal Manchester United, Park Ji Sung pada menit 52 setelah memanfaatkan kesalahan lini belakang tim para dewa. Jika dilihat dari segi permainan Korsel memang pantas untuk memenangkan pertandingan yang digelar di Nelson Mandela Bay tersebut. Korsel yang memang kalah dari postur bisa mengakali dari kecepatan dan bermain taktis. Hal itulah yang sempat membuat beberapa pemain Korea seperti Park Chu Young dan Cha Du Ri leluasa menembus baris pertahanan Yunani yang melempem. Bahkan andai saja Park Chu Young tendangannya tidak ditepis Tzorvas Korsel sudah bisa unggul lagi.

Kemudian di pertandingan kedua setengah jam setelah pertandingan pertama, tim unggulan Argentina berhadapan dengan salah satu tim kuat Afrika, Nigeria yang dimenangkan Argentina dengan skor 1-0. Dalam duel yang digelar di Ellis Park, Johannesburg itu Argentina menguasai pertandingan dari awal hingga akhir dan pada menit ke-6 umpan pojok Juan Sebastian Veron berhasil dimanfaatkan Gabriel Heinze untuk dijadikan gol. Sejak gol itu Argentina berusaha menambah gol lagi. Terbukti banyak peluang lahir terutama dari Gonzalo Higuain yang sayangnya tendangannya masih bisa ditepis oleh kiper Nigeria, Vincent Enyeama dan Lionel Messi yang dalam pertandingan ini posisinya digeser ke tengah sehingga terlihat ia bebas berkreasi seperti halnya di Barcelona. Sayang, Messi yang mempunyai 6 peluang dalam pertandingan itu tak bisa memanfaatkannya untuk dijadikan gol. Dua di antaranya malah ditepis oleh Enyeama.

Nigeria bukannya tanpa perlawanan. Obafemi Martins yang masuk di babak kedua dan Taye Taiwo memberikan tendangan-tendangan yang begitu mengancam. Sayang, hal tersebut tidak berarti bagi Sergio Romero, kiper Argentina karena kebanyakan tendangan-tendangan tersebut melenceng. Meskipun kemenangan ini merupakan debut manis bagi Maradona sebagai pelatih tetap saja bila melihat jalannya pertandingan amatlah sangat disayangkan. Argentina yang bermodal banyak pemain bintang daripada Nigeria dan mempunyai banyak peluang seharusnya bisa menang lebih dari 1-0 yang terasa hambar. Tapi, mau bagaimana lagi itulah sepakbola. Yang lebih banyak berbicara adalah di lapangan bukan di atas kertas. Dengan hasil ini Korsel karena unggul gol berada di urutan pertama sedangkan Argentina di kedua.

Sabtu, 12 Juni 2010

Papan Sponsor Elektronik: Yang Baru di Piala Dunia 2010

Piala Dunia Afrika Selatan memang serba baru. Bukan hanya dari negara penyelenggara saja, Vuvuzela yang selalu menghiasi stadion, Jabulani yang mengundang kritik tetapi juga adanya papan sponsor elektronic alias electronic billboard. Bila Anda menyaksikan salah satu pertandingan di Piala Dunia coba saksikan di pinggir lapangan papan-papan iklan yang ada di sana. Terlihat berbeda bukan? Kalau biasanya kita sering melihat tampilan papan-papan iklan yang itu-itu saja dan terkesan biasa maka di situlah kita melihat papan iklan yang bisa bergerak tampilannya dan berganti otomatis.

Tentulah untuk ajang sebesar Piala Dunia hal tersebut begitu baru apalagi ini adalah Piala Dunia yang pertama kali memakai sistem tersebut. Di beberapa kompetisi sepakbola di Eropa penerapan ini sudah ada sejak 2006-2007 yang dimulai di EPL kemudian ke La Liga dan terakhir Serie A. FIFA sendiri sebenarnya sudah menerapkannya pada Piala Konfederasi 2009 dan terbukti berhasil. Dengan papan tersebut terlihat lebih praktis dan futuristik dalam memasarkan iklan tanpa harus terkendala cuaca. Sebab zaman selalu dinamis maka apa yang didalamnya termasuk penerapan papan sponsor elektronik itu adalah pengejawantahannya.

Sayangnya, Afrika Selatan.....

Yap! Piala Dunia dibuka juga pada hari ini dengan berbagai macam atraksi khas Afrika Selatan dan juga bintang-bintang musik terkenal seperti Shakira walau tanpa kehadiran langsung Nelson Mandela. Tentunya pembukaan itu juga merambat ke pertandingan pembuka antara tuan rumah Afrika Selatan dengan Meksiko. Afrika Selatan yang didukung seluruh publiknya di Johannesburg berharap bisa menang dalam pertandingan pertama ini sekaligus membuka asa ke babak berikut. Sayang, apa yang diharapkan tidak demikian. Di awal babak Meksiko yang memang lebih berpengalaman dan berkualitas lebih mendominasi daripada Afrika Selatan yang masih kebingungan untuk mendobrak pertahanan Meksiko. Bahkan kalau saja gol Carlos Vela tidak dianulir wasit Ravshan Irmatov semakin sahihlah dominasi trim berjuluk el-tri. Afsel bukannya tidak bisa. Mereka juga dapat peluang terutama dari tendangan bebas sang pengatur serangan, Stephen Pienaar. Sayang, tendangan pemain Everton itu melesat jauh.

Di babak kedua Afsel mengubah permainan. Hasilnya serangan balik berhasil dimanfaatkan oleh Siphiwe Tshabalala untuk menjebol gawang Meksiko yang dijaga oleh Oscar Perez pada menit 55. Gol tersebut memang membuat semangat para pemain bafana-bafana meningkat apalagi dengan vuvuzela dari penonton. Bahkan setelah Afsel sebenarnya bisa saja membuat gol kedua andai saja sepakan Kagisho Dikgachoi tidak ditepis oleh Perez. Pada menit 79 gawang tuan rumah kebobolan juga oleh Rafael Marquez yang tampak tidak terjaga ketat setelah menerima umpan dari Andres Guardado dari luar kotak penalti. Skor menjadi sama 1-1. Afsel pun tentu tak ingin seri. Berbagai upaya mereka lakukan termasuk tendangan Katlego Mphela yang membentur tiang gawang. Apa daya skor tetap 1-1 begitu peluit dari wasit ditiup. Sungguh sayang, Afrika Selatan.

Kamis, 10 Juni 2010

Enam Debutan Sensasional di Piala Dunia

Dalam setiap Piala Dunia memang selalu ada tim-tim debutan. Tim-tim debutan yang ada bisa menjadi debutan yang terbaik dengan penampilan mengejutkan atau sebaliknya. Nah, dalam postingan ini saya ingin menampilkan  6 tim debutan yang menurut saya sensasional dalam setiap Piala Dunia. Mereka adalah:
  1. Korea Utara 1966: Pada Piala Dunia yang digelar di Inggris dunia sama sekali tak begitu mengenal mengenai Korea Utara karena isolasi yang dilakukan oleh pemimpin negara terhadap rakyatnya kecuali memori Perang Korea yang berlangsung 12 tahun sebelumnya. Keberadaan Korea Utara bahkan tak dianggap alias diremehkan. Namun hal itulah yang membuat semangat tim berjuluk choilimma tersebut. Terbukti mereka berhasil melaju ke perempatfinal setelah mengalahkan tim kuat Italia dan bahkan di perempatfinal mereka sempat mengejutkan lawannya, Portugal dengan memasukkan 3 gol lebih dulu sebelum dibalas 5-3 oleh lawannya tersebut.
  2. Senegal 2002: Sebagai sebuah tim debutan dari benua hitam keberadaan Senegal sekali lagi tidak diperhitungkan apalagi ketika akan berhadapan dengan juara bertahan Perancis. Namun, di lapangan berkata yang sebaliknya. Tim ini malah bisa menjungkalkan juara bertahan dan menyebabkan juara bertahan pada pertandingan-pertandinga berikutnya seri dan kalah hingga akhirnya tersingkir. Senegal yang sensasional itu pun bisa melaju sampai perempatfinal sebelum dihentikan Turki.
  3. Kroasia 1998: Lahir sebagai sebuah tim pecahan Yugoslavia yang bisa menghirup Piala Dunia untuk pertama kali banyak yang meramalkan Kroasia hanya sampai babak kedua saja. Namun, kenyataan berbicara lain. Semifinal juga dirambah sebelum tim corak catur ini dihentikan tuan rumah Perancis meski begitu di perebutan tempat ke-3 mereka berhasil meraihnya dengan mengalahkan Belanda.
  4. Ukraina 2006: Sama seperti Kroasia, Ukraina adalah pecahan dari Uni Soviet. Banyak juga yang meramalkan Ukraina cukup sampai babak ke-2. Namun rupanya tim ini berhasil mencapai perempatfinal walaupun di awal babak penyisihan malah kalah telak 4-0 dari Spanyol.
  5. Arab Saudi 1994: Datang dengan status tim baru dari Asia banyak pengamat meramalkan hal yang sama bila melihat track-record tim-tim Asia sebelumnya. Namun semua itu berhasil diputarbalikkan oleh tim berjuluk petrodollar tersebut dengan memberikan kejutan di USA'94 yaitu dengan lolos hingga perdelapan final.
  6. Nigeria 1994: Berstatus sebagai tim Afrika mendampingi Kamerun dan Maroko, Nigeria juga dipandang sebelah mata walaupun 4 tahun sebelumnya Kamerun bisa mengejutkan dunia. Namun, di lapangan seperti biasa semua bisa terbalik. Nigeria pun melanjutkan kedigdayaan Kamerun walaupun hanya sampai babak 16 besar.

Über Alles Yang Tinggal Über Alles

Über alles adalah kata yang selalu melekat pada tubuh timnas Jerman. Secara harafiah,über alles  berarti di atas segala-galanya. Kata-kata ini diambil dari potongan lagu kebangsaan Jerman, Das Lied der Deutschen (harafiah: Lagu kebangsaan Jerman) yaitu pada bait pertama: Deutschland, Deutschland über alles, Über alles in der Welt yang berarti Jerman, Jerman di atas segala-segalanya, segala yang ada di dunia. Kata-kata tersebut kemudian dipolitisasi oleh pemimpin Jerman pada Perang Dunia ke-2, Adolf Hitler yang juga terpengaruh dengan istilah  übermensch-nya Friederich Nietsche. Politisasi tersebut kemudian merebak ke seluruh bidang termasuk sepakbola yang lebih mengutamakan pemain-pemain asli Jerman yang tunduk kepada Hitler melalui salam Nazi. Hal tersebut dipertunjukkan Jerman ketika melakoni persahabatan dengan Inggris di era 30-an. 

Pasca Perang Dunia über alles masih menjadi hal yang dominan terutama dalam memilih pemain yang harus asli Jerman walaupun rezim Nazi telah ditundukkan. Jadi, über alles sejatinya adalah semangat khas Jerman yang harus dipadukan dengan pemain-pemain asli Jerman. Namun, menjelang pertengahan 90-an paradigma itu perlahan-perlahan berubah seiring dengan masuknya beberapa pemain keturunan alias imigran seperti Mehmet Scholl, Maurizio Gaudino, dan Fredi Bobic. Di era 2000-an beberapa nama yang bukan asli Jerman muncul dan semakin merebak. Dimulai dari Paulo Rink, Gerald Asamoah, Miroslav Klose, Patrick Owomoyela, Lukas Podolski, David Odonkor, Kevin Kuranyi, dan Mario Gomez. Bahkan pada Piala Dunia 2010 ini skuad Jerman malah diisi banyak pemain-pemain keturunan termasuk beberapa nama baru seperti Dennis Aogo, Serdar Tasci, Jérôme Boateng, Sami Khedira, Mesut Özil, dan Cacau. Terlihat semakin berwarnalah skuad Jerman kali ini lebih daripada skuad pada 2006.

Berwarnanya skuad Jerman pada era-era tersebut disebabkan berubahnya pandangan masyarakat Jerman dalam menghadapi situasi sosial yaitu dengan banyaknya imigran-imigran dan kawin campur yang mulai merebak di Jerman. Tentu saja DFB-federasi sepakbola Jerman-tak menutup mata atas kemungkinan itu apalagi dengan bercermin pada banyak negara tetangga seperti Perancis dan Belanda yang sukses dengan pemain-pemain imigran yang berada di tubuh timnasnya (walaupun hingga detik ini prestasi yang didapat dengan adanya pemain-pemain imigran di tubuh timnas Jerman hanya sebatas pada runner-up Piala Dunia 2002, peringkat 3 Piala Dunia 2006, dan runner-up Piala Eropa 2008). Jadi, pada masa kini über alles hanya diartikan sebagai sebuah semangat yang melatari permainan timnas Jerman.


Selasa, 08 Juni 2010

Ironisnya sepakbola ASEAN

Berbicara mengenai sepakbola di kawasan Asia Tenggara atau ASEAN seperti membicarakan sepakbola yang terlihat mengecewakan. Maaf, ini bukannya maksud untuk meremehkan hanya saja jika melihat penampilan tim-tim ASEAN di ajang internasional sekarang ini seperti membuktikan hal tersebut. Pada Piala Asia 2011 nanti hampir dipastikan tak ada sama sekali wakil dari ASEAN baik itu dari Thailand, Indonesia, Malaysia, Vietnam, dan Singapura. Tentunya hal seperti itu seperti menjatuhkan sepakbola ASEAN yang tengah dibangun dan berkembang untuk menuju sepakbola profesional seperti sepakbola-sepakbola di kawasan Asia lainnya yaitu di Asia Timur dan Timur Tengah sehingga nanti bisa bersaing (hal tersebut sebenarnya tidak menjatuhkan seperti halnya kasus sepakbola gajah di Piala Tiger 1998 namun dalam konteks persaingan seperti menjatuhkan).

Ranah sepakbola ASEAN yang dimulai dari semenanjung Vietnam dan berakhir di Papua sejujurnya boleh dikatakan amat potensial untuk menjaring dan memasarkan bisnis sepakbola terutama salah satu negara yang berada di dalamnya, Indonesia malah dikatakan tepat untuk mendukung hal tersebut. Namun memang hal tersebut pada kenyataannya tidak didukung dengan pengelolaan manajemen yang baik dan infrastruktur yang memadai. Hal ini bisa kita lihat pada Indonesia. Negara kepulauan ini memang menjanjikan dalam meraih massa pendukung sepakbola terbesar bila melihat luas dan geografisnya. Apalagi hampir 50 persen orang Indonesia fanatik sepakbola. Sayang hal tersebut tidak begitu baik dimanfaatkan oleh para pengurus PSSI yang lebih mementingkan bisnis daripada keselamatan, kenyamanan, dan keamanan. Akibatnya, selalu saja muncul banyak kasus mulai dari kerusuhan, tribun runtuh dan mafia wasit.

Kasus mafia wasit pun juga selalu muncul di Vietnam. Dalam setiap pertandingan sepakbola di sana selalu saja ada permintaan untuk mengatur skor. Hal ini sempat terungkap dan menyebabkan para pelakunya harus menjalani hukuman. Akan tetapi, hal tersebut tetap kembali muncul dalam bentuk yang lain.

Di Thailand yang menjadi permasalahan adalah sedikitnya orang yang menonton sepakbola. Kontras dengan pemandangan di Indonesia. Hal ini yang menyebabkan AFC sempat memasukkan Thailand sebagai liga yang harus direstrukturisasi dalam hal penonton dengan tujuan penonton mau datang ke stadion. Di Singapura dan Malaysia hal serupa juga terjadi. Namun dalam kasus ini Singapura bisa berkelit karena mereka negara kecil dan wajar jika penonton jarang di stadion di Singapura yang kapasitas rata-rata adalah 2000 orang.

Untuk urusan peringkat di AFC Indonesia boleh berbangga karena Liga Super Indonesia berada di peringkat 8 dan menjadi liga ASEAN paling utama. Di peringkat terakhir ASEAN justru Liga Super Malaysia yang menyandangnya.

Namun dalam urusan tim nasional Singapura yang menjadi rajanya. Negara kecil ini adalah raja baru di dunia sepakbola Asia Tenggara. Dengan kekuatan pasukan naturalisasinya negeri Singa tersebut berhasil menjuarai Piala AFF dua kali berturut-turut (2005 dan 2006). Di FIFA pun peringkat Singapura menjadi yang terdepan disusul Thailand, Vietnam, Indonesia, dan Malaysia. Namun dalam rangking FIFA dan AFC terakhir (26 Mei 2010) Thailand kembali ke puncak dan Singapura berada di urutan kedua.

Bagaimana dengan prestasi tiap-tiap tim di ajang-ajang regional? Di AFF Singapura dan Thailand berbagi sama 3 gelar. Di ajang SEA Games Thailand paling banyak dengan 11 kali juara disusul Malaysia dan Indonesia (hanya di era SEAP Games Burma yang menjadi raja).

Prestasi yang sama juga diraih klub-klub Thailand jika berlaga di ajang antar klub Asia. Tercatat Thai Farmers Bank dan Bec Tero Sassana adalah klub-klub Thailand sekaligus Asia Tenggara yang pernah merasakan juara di kejuaraan antarklub Asia. Hal-hal tersebut yang semakin menegaskan bila sepakbola ASEAN akan selalu dikaitkan dengan Thailand. Di masa lalu juga demikian. Thailand selalu menjadi raja disusul Indonesia, Malaysia dan Myanmar. Bahkan Thailand pernah menduduki peringkat ke-3 di Piala Asia 1972.

Namun, sepakbola ASEAN hanya seperti sepakbola saja pada umumnya.  Industri sepakbola belum berjalan sama sekali. Terlihat sekali ada ketimpangan antara satu negara dan negara lainnya dalam pemerataan kualitas dan juga pengelolaan serta pembinaan. Setidaknya hal tersebut masih bisa diperbaiki asalkan kepentingan bisnis tidak harus selalu diutamakan.

Poskolonialisme Dalam Sepakbola (Pos) Modern

Belakangan dalam beberapa dekade kajian tentang suatu ilmu pengetahuan begitu berkembang dan mewarnai setiap kehidupan umat manusia. Ketika orang memasuki zaman setelah modernisme maka muncullah kajian  posmodernisme. Kemudian ketika zaman setelah kolonialisme hilang maka muncullah juga kajian poskolonialisme. Dalam berbagai bidang kajian-kajian tersebut sering dibicarakan terutama poskolonialisme.

Dalam postingan ini saya akan membahas mengenai poskolonialisme dalam sepakbola (pos) modern. Sebelum  membahasnya saya ingin memberikan jabaran apakah itu poskolonialisme. Menurut pengertian sederhana yang saya dapatkan dari wikipedia, poskolonialisme adalah kajian intelektual yang terdiri dari analisis dan reaksinya terhadap suatu kekuasaan budaya kolonialisme. Itu berarti kajian ini mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan kolonialisme di masa lampau yang kemudian dianalisis apakah pengaruhnya masih terasa sampai pada masa poskolonial. Lalu ada juga pendapat lain yang mengatakan bahwa poskolonialisme adalah kajian mengenai relasi antara negara bekas kolonialis dengan negara yang dijajahnya.

Nah, daripada kita berlama-lama dalam teori lebih baik kita langsung melihat pada bentuk nyatanya terutama dalam sepakbola (pos) modern. 

Sebagian besar dari kita terutama para penggila bola tahu mengenai tim nasional Perancis. Pada awalnya mereka seperti halnya saya pasti heran mengapa dalam tubuh timnas itu ada juga atau mungkin lebih pemain kulit hitamnya. Pertanyaan itu muncul karena Perancis adalah negara Eropa dan karena Eropa sudah pasti pemainnya berkulit putih baik itu Perancis atau luar Perancis. Setelah ditelusur baru diketahui bahwa para pemain kulit hitam yang ada dalam tubuh timnas Perancis adalah para imigran dan lebih tepatnya imigran dari negara-negara bekas jajahan Perancis. Di sinilah kita melihat hubungan itu. Hubungan poskolonial.
Hubungan di atas itu seperti semacam hubungan timbal-balik. Di masa lalu Perancis adalah agresor yang menindas dan diskriminatif. Meski begitu hal tersebut malah berdampak positif terhadap orang-orang di bekas negara jajahan Perancis tersebut. Selain karena ingin ke Perancis mencari kehidupan namun juga mereka akan bangga apabila menjagokan bahkan menjadi bagian dari timnas Perancis. Dari sisi Perancis pun negara ini mendapat banyak keuntungan dengan banyaknya pemain imigran. Itu berarti seperti sebuah sumberdaya yang tidak ada henti-hentinya apalagi jika para pemain imigran itu berasal dari Afrika. Hasilnya pun terbukti dengan diraihya Piala Dunia 1998 dan Piala Eropa 2000.

Hal yang lain pun juga berlaku pada bekas negara kolonialis lain seperti Belanda, Portugal, dan Inggris. Di Belanda para petinggi sepakbolanya pun tak menutup mata terhadap para imigran terutama yang berasal dari negara bekas jajahan Belanda seperti Indonesia dan Suriname. Selain itu ada juga pemain imigran dari Afrika seperti Pantai Gading dan Ghana yang di masa lalu adalah bekas tentara bayaran Belanda dan tak ketinggalan yang terbaru imigran-imigran dari Maroko dan Turki yang sebenarnya tak ada keterkaitan dengan Belanda.

Akan halnya Portugal yang juga memanfaatkan imigran asal Angola dan Mozambik sebagai pemainnya dan belakangan juga ada pemain-pemain Brazil dalam tubuh timnas Portugal. Namun untuk pemain Brazil saya cenderung melihatnya bukan sebagai hubungan poskolonial meskipun Brazil adalah juga bekas jajahan Portugal. Saya melihatnya karena keinginan para pemain itu yang sadar jika peluangnya masuk ke timnas Brazil adalah 0 besar. Seperti kita ketahui Brazil memang mempunyai sumber daya yang cukup untuk bisa terus menghasilkan pemain-pemain bagus namun belum tentu semuanya bisa masuk ke dalam timnas Brazil sebab seleksi yang dilakukan begitu ketat.

Di Inggris hubungan itu juga terlihat dengan adanya beberapa pemain hitam dalam tim nasional mereka. Namun, perlu diketahui para pemain hitam ini sudah bukan lagi berstatus sebagai imigran karena nenek moyang mereka telah ada di Inggris berabad-abad sebelumnya bahkan sebelum terjadinya Perang Dunia ke-2. Mereka sudah menjadi warga Inggris dan bertingkah seperti orang-orang Inggris pada umumnya sehingga tidak terlihat corak imigrannya.

Selain itu selain seperti Perancis juga, warga-warga negara bekas jajahan tersebut sudah pasti membela bekas negara yang pernah menjajahnya. Entah itu karena nostalgia atau memang terpesona dengan permainan yang dimiliki negara tersebut. Satu contoh saja adalah di Indonesia. Banyak penggila bola di Indonesia pasti akan membela Belanda walaupun di masa lalu Belanda sering berlaku tidak adil dan diskriminatif. Itu yang terlihat pada final Piala Dunia 1974 dan tentu saja hal tersebut masih berlaku sampai sekarang.

Minggu, 06 Juni 2010

Menanti Kejutan dari 2 Debutan Dengan 2 S (Serbia dan Slovakia) di Piala Dunia 2010

Setiap Piala Dunia akan selalu menjadi munculnya tim-tim debutan. Tim-tim debutan terkadang berpotensi bisa menimbulkan kejutan atau malah hanya sekedar pelengkap. Di Piala Dunia 2010 ini tim-tim debutan itu kebetulan berasal dari Eropa Timur dalam dan mempunyai nama depan S. Serbia dan Slovakia adalah tim-tim debutan tersebut. Sebenarnya kalau mau dibilang debutan dua-duanya tidak benar-benar dibilang debutan. Antara Serbia dan Slovakia menyandang dua nama besar yang juga pernah mentas di Piala Dunia yaitu, Yugoslavia dan Cekoslovakia. Perlu diketahui bahwa Serbia dan Slovakia adalah negara-negara pecahan dari negara-negara tersebut yang runtuh pada dekade 90-an akibat perang dan politik.

Sekarang kita akan melihat Serbia. Banyak orang yang masih mengaitkan negara ini dengan Yugoslavia. Itu dikarenakan Serbia yang beribukota di Beograd adalah pusat dari Yugoslavia dan hampir semua etnis mayoritas di Yugoslavia pada masa dahulu adalah berasal dari Serbia. Hal tersebut yang menjadikan status kelolosan Serbia ke Piala Dunia bukan sebagai tim debutan. Baik FIFA maupun UEFA juga demikian karena menganggap asosiasi sepakbola Serbia sudah menjadi anggota sejak 1921 dan 1954 walaupun dengan nama Yugoslavia. Itu berarti baik FIFA maupun UEFA sepakat bahwa tim yang dahulu bernama Yugoslavia hanya mengganti nama walaupun disertai dengan banyak pemisahan daerah-daerah sekitarnya seperti Slovenia, Kroasia, Bosnia-Herzegovina, Makedonia, Montenegro, dan Kosovo.

Namun lain halnya dengan media yang mengatakan bahwa status Serbia adalah debutan dengan harus melupakan sewaktu Serbia masih berada dalam naungan Yugoslavia atau ketika masih bernama Serbia-Montenegro meskipun  di dalam tim Serbia yang sekarang beberapa di antaranya masih diperkuat nama-nama yang pernah memperkuat Yugoslavia dan Serbia-Montenegro seperti Dejan Stankovic, Branislav Ivanovic, dan Nemanja Vidic. Akan tetapi semua itu harus dipisahkan dan harus melihat bahwa Serbia adalah negara baru dalam sepakbola dan Piala Dunia. Ini dikarenakan apa yang dimulai Serbia dalam bersepakbola adalah tetap sesuatu yang baru dan sama halnya dengan negara-negara di sekitarnya.

Tanpa harus melihat kembali akan kebesaran nama Yugoslavia Serbia dalam Piala Dunia kali ini diprediksi akan menjalaninya dengan gampang-gampang susah mengingat mereka tergabung di grup yang boleh dibilang tidak terbilang ringan namun tetap memunculkan harapan untuk lolos ke babak selanjutnya. Di grup yang mereka tempati ada Jerman, Australia, dan Ghana. Namun, Serbia sepertinya lebih berkonsentrasi pada Jerman yang merupakan unggulan daripada dua kompetitornya.

Sedangkan Slovakia jika hendak dilihat sebagai debutan bisa dibilang murni debutan walaupun orang juga akan terus mengait-ngaitkan dengan Cekoslovakia seperti halnya Republik Ceska ketika melakukan debut Piala Dunianya pada 2006. Bisa dibilang dalam persepakbolaan di bekas pecahan Cekoslovakia antara Republik Ceska dan Slovakia terdapat perbedaan yang mencolok. Orang lebih mengenal Republik Ceska sebagai salah satu kekuatan sepakbola di Eropa Timur yang bisa menjungkalkan kekuatan-kekuatan besar Eropa Barat bahkan beberapa negara sepakbola di Eropa Barat akan selalu memberikan cap bagus ketika bertemu tim ini. Ketika masih dalam satu naungan Cekoslovakia pun orang lebih familiar dengan nama Ceko yang merupakan singkatan dari negara tersebut. Penyingkatan itu terus saja terjadi ketika keduanya berpisah walaupun secara etimologis salah karena Ceko berarti Cek dan.

Selepas pisah dari Slovakia, Republik Ceska malah menjelma menjadi kekuatan baru dengan menjadi runner-up Piala Eropa 1996 dan selalu berpartisipasi dalam berbagai ajang sepakbola internasional. Slovakia? Malah sebaliknya. Tak satupun berbagai ajang sepakbola internasional berhasil digapai bahkan untuk regional sekalipun. Hal tersebut yang menjadikan kualitas permainan antara Slovakia dan Republik Ceska. Slovakia pun menunggu waktu sekitar 17 tahun untuk akhirnya bisa berlaga di Piala Dunia. Tentu saja keberhasilan itu merupakan sukses yang luar biasa setidaknya untuk saat ini karena mereka bisa membanggakan diri terhadap tetangganya, Republik Ceska yang justru tidak lolos. Kini dengan bermaterikan pemain-pemain seperti Marek Hamsik dan Martin Skrtel, Slovakia ingin menunjukkan bahwa penampilan di Piala Dunia nanti bukan hanya sebagai pelengkap. Jelas walaupun mereka ditempatkan satu grup dengan juara bertahan Italia, kuda hitam Paraguay serta tim yang tak terlalu dikenal, Selandia Baru. 

Dan tentunya tetap saja sebagai penikmat sepakbola kita tetap berharap kejutan pada dua debutan ini seperti yang dilakukan Maroko, Kamerun, Arab Saudi, Kroasia, dan Senegal.