BLOGGER TEMPLATES AND Friendster Layouts »
Powered By Blogger

Latest Photos

Latest News

Sabtu, 29 Mei 2010

25 Tahun Tragedi Heysel: Ketika Holiganisme (memang) Adalah Sebuah Aib

Tanggal ini, 29 Mei, ada baiknya kita melayangkan sejenak pikiran untuk kembali ke 25 tahun silam tepatnya ke Brussels, Belgia. Pada tanggal ini di ibukota Belgia tersebut di sebuah stadion sepakbola bernama Heysel ribuan orang menjadi korban dari sebuah tragedi yang kemudian dinamakan Tragedi Heysel. Tragedi Heysel adalah sebuah aib dalam sepakbola modern khususnya Eropa yang menjadi pusat sepakbola dunia. Tragedi ini adalah tragedi yang diakibatkan oleh holiganisme suporter terutama suporter dari Liverpool. Ya tragedi ini sendiri terjadi ketika akan berlangsungnya final Piala (Liga) Champions antara Liverpool dan Juventus.

Sebelum pertandingan keadaan sudah memanas terlebih dahulu akibat ejek-mengejek antarsuporter. Entah mengapa tanpa sebab yang jelas tiba-tiba ada yang melempar benda terlarang ke tribun salah satu suporter sehingga kemudian menyulut kepanikan luar biasa. Para suporter itu berlari keluar mencoba menerobos pagar tribun. Sayangnya, usaha seperti itu malah berbuah petaka. Banyak orang yang akhirnya tergencet dan meninggal begitupula ketika yang akan memanjat pagar tribun hingga pagar rubuh.

Dalam tragedi itu 39 orang dinyatakan tewas dan kebanyakan suporter dari Juventus dan kemudian banyak pelaku yang ditangkap terutama dari Liverpool yang memang adalah aktor kerusuhan. Tak hanya itu beberapa orang yang dianggap sebagai penanggungjawab pertandingan juga ditangkap karena lalai terutama tidak menyediakan daerah netral antara kedua suporter.

Akibat tragedi itu klub-klub Inggris dilarang tampil selama 5 tahun di semua kompetisi Eropa dan tentu merupakan pukulan telak untuk sepakbola Inggris yang selalu bermasalah dengan holiganisme. Pertandingan sendiri dimenangkan oleh Juventus dengan skor 1-0 namun banyak suporter Juventus yang menganggap piala yang diraih Juventus adalah Piala Kematian.

Apa yang terjadi di Heysel 25 tahun silam adalah sebuah pelajaran bagaimana seharusnya sepakbola modern menjadi sebuah tontonan mengasyikkan tanpa harus menyingkirkan unsur-unsur keamanan dan keselamatan terutama terhadap para suporter yang beringas. Setelah kejadian itu Eropa dalam hal ini Inggris terus membenahi dirinya dari para holigan sampai akhirnya mereka bisa meluncurkan Liga Primer Inggris pada 1992 yang kemudian menjadi liga nomor satu.

Bagaimana dengan di Indonesia?

Tragedi Heysel seharusnya menjadi pelajaran semua insan sepakbola di negeri kita. Namun, rasanya hal itu masih sulit terwujud. Ini dikarenakan masih banyaknya fanatisme yang tak terarah dan selalu berujung kekerasan, stadion yang tribun-tribunnya tidak layak. Akhirnya, timbullah banyak insiden dalam stadion seperti yang sudah-sudah.

Rabu, 26 Mei 2010

voetbal-indo: Arema Juara Liga Super Indonesia: Juara Yang Mandiri.

voetbal-indo: Arema Juara Liga Super Indonesia: Juara Yang Mandiri.

Arema Juara Liga Super Indonesia: Juara Yang Mandiri.

Telur itu pecah juga akhirnya setelah 23 tahun menunggu. Untuk pertama kalinya dalam sejarah Arema Indonesia FC akhirnya berhasil menjadi juara Liga Super Indonesia edisi ke-2 atau juara ke-11 sejak Liga Super menggantikan kedudukan Liga Indonesia. Tentunya raihan prestasi ini adalah raihan yang begitu tertinggi semenjak klub kebanggaan arek Malang ini didirikan pada 1987. Hasil seri 1-1 dengan PSPS Pekanbaru (26/5) di Rumbai cukup membuat klub berjuluk singo edan untuk memuluskan status sebagai juara dengan unggul satu poin (70) atas pesaing terberat, Persipura (66). Persipura sendiri yang baru bertanding pada minggu dalam pertandingan terakhir Liga Super kalaupun menang poinnya akan menjadi 69. Itu berarti tetap tidak akan bisa mengejar Arema meskipun nanti di pertandingan terakhir melawan Persija (30/5) Arema menang, seri, atau kalah.

Bagaimana Arema bisa menjadi juara? Tentunya semua dengan hasil kerja keras dan juga kepintaran dari buah pikir Robert Rene Alberts, sang pelatih dalam meracik strategi. Arema yang kebanyakan didominasi para pemain muda dan sangat sedikit pemain timnas Indonesia mampu berbicara banyak untuk mengarungi kerasnya Liga Super Indonesia yang memang banyak intrik. Selain itu Arema memang juga mempunyai pemain-pemain asing berkualitas seperti duo Singapura Noh Alam Shah dan Mohammad Ridhuan, Esteban Giulen, Pierre Njanka dan Roman Chmelo. Mereka semua membaur menyatu menjadi kekuatan Arema yang ditakuti semua lawan. Belum lagi dukungan Aremania yang selalu setia mendukung dan menemani kemanapun Arema berada.

Tentunya juga perjalanan untuk meraih juara juga banyak terhalang permasalahan-permasalahan di luar lapangan seperti isu seretnya keuangan Arema, hengkangnya pelatih Robert Rene Alberts dan beberapa pemain inti dan isu-isu lain. Namun, tetap saja semua berhasil dilewati Arema dengan berbagai gebrakan seperti Arema voice yang dilakukan Aremania dan artis-artis Malang yang berdomisili di luar Malang yang kemudian dijadikan ringtone melalui sebuah perusahaan operator seluler. Sejak saat itu beberapa perusahaan mau membantu finansial Arema termasuk Honda (MPM) yang kemudian muncul di kostum Arema.

Kini tantangan baru akan dihadapi Arema usai juara Liga Super ini yaitu merebut juara Piala Indonesia dan juga karena statusnya adalah juara maka otomatis Arema akan mewakili Indonesia di Liga Champions AFC. Tentu saja kita rakyat Indonesia amat berharap yang terbaik dari Arema yang berhasil menampilkan permainan memukau dan berbeda.

Dengan juaranya Arema otomatis nama Malang terangkat ke atas dan Arema makin menjadi kebanggaan arek Malang dan juga Arema menjadi tim ke-7 dari pulau Jawa dan semakin menegaskan dominasi tim-tim Jawa di persepakbolaan nasional. Namun dari itu semua Arema juara dengan kemandiriannya. Selamat!

Mengukur Peluang-peluang Tim-tim Asia Di Piala Dunia 2010

Piala Dunia adalah ajang tim-tim dari seluruh dunia. Itu berarti setiap benua mempunyai perwakilannya tak terkecuali Asia. Pada Piala Dunia kali ini Asia diwakili oleh 4 negara saja-seperti yang sudah-sudah-yaitu, Jepang, Australia, dan dua Korea, Korsel dan Korut. Keempat tim di atas tersebut merupakan tim-tim yang dinilai kuat di benua Asia. Ini juga untuk ke-14 kalinya wakil-wakil benua Kuning berpartisipasi di ajang empat tahunan tersebut sejak 1938. Namun dari 14 kali penampilan itu prestasi yang diraih hanya bisa dihitung dengan jari. Ini dikarenakan banyaknya tim-tim Asia yang selalu kandas di babak penyisihan dan ketika hal itu terjadi banyak pihak yang mengatakan bahwa sepakbola tidaklah cocok untuk Asia yang heterogen juga karena terlambatnya perkembangan sepakbola profesional di benua ini. Sepakbola profesional di benua ini saja baru berkembang pada awal 90-an.
Di Piala Dunia tim-tim dari benua kuning yang pertama kali berprestasi adalah Korea Utara yang mencapai perempatfinal Piala Dunia 1966 disusul kemudian Arab Saudi yang lolos hingga perdelapanfinal Piala Dunia 1994 pada debutnya dan kemudian puncaknya adalah Korea Selatan yang mencapai semifinal di PD 2002 saat menjadi tuan rumah bersama Jepang yang juga lolos walau hanya sampai babak perdelapanfinal. Pada 2006 prestasi tim dari Asia hanya diwakili Australia yang mampu lolos hingga ke perdelapanfinal sementara tim-tim Asia asli lainnya terkapar.
Selain prestasi beberapa kekalahan termasuk kekalahan memalukan juga sering diderita tim-tim Asia. Kita tentu masih ingat pada Piala Dunia 1998 di Perancis ketika tak satu pun tim-tim dari Asia lolos dari penyisihan grup dan dicukur habis-habisan oleh tim-tim kuat seperti Korsel yang K.O 5-0 oleh Belanda atau Arab Saudi yang K.O 4-0 oleh Perancis dan memang semakin menegaskan bahwa tim-tim dari Asia memang tidak berjiwa sepakbola.
Lalu bagaimana peluang di Piala Dunia 2010 ini?
Secara matematis tim-tim dari Asia ini mempunyai peluang yang sekitar 50:50. Hal itu terutama ada pada Korea Selatan yang diperkirakan bisa lolos ke babak berikut asal tetap konsisten. Korsel sendiri tergabung di grup B bersama Argentina, Nigeria, dan Yunani. Selain Korsel ada juga Australia yang berada di grup D yang justru bisa mengimbangi kekuatan Jerman dan Serbia di grup tersebut karena keeropaan Australia sendiri. Peluang berat justru dimiliki Jepang dan Korut terutama Korut yang tergabung dalam grup neraka karena diapit dua seleccao, Brazil dan Portugal. Bila bisa lolos dari penyisihan grup tim-tim Asia kemungkinan besar hanya sampai pada babak perdelapanfinal dan perempatfinal dan kelihatannya Australia yang kemungkinan besar juga dapat diharapkan untuk melaju sampai sejauh itu.
Namun, bagaimanapun itu hanya di atas kertas saja. Karena untuk yang sebenarnya pun kita belum akan melihatnya.  Juga di atas kertas semuanya bisa saja meleset karena berbagai macam hal. Akan tetapi, dalam waktu yang belakangan ini tim-tim dari Asia sudah tidak bisa dianggap remeh lagi sejak pencapaian bagus mereka pada 2002.

Selasa, 25 Mei 2010

Dua Korea Di Piala Dunia 2010: Semangat untuk satu Korea

Bila melihat judul di atas ini adalah sebuah sejarah karena dalam sebuah penyelenggaraan akbar seperti Piala Dunia ada dua tim dengan identitas yang sama yaitu, Korea. Korea Selatan dan Korea Utara adalah pelaku yang memiliki kesamaan identitas itu mulai dari bahasa, budaya, adat istiadat hingga warna kulit dan bentuk wajah. Namun seperti perkataan rambut sama hitam tetapi pikiran belum tentu hitam seperti itulah dua Korea tersebut. Dalam pandangan kita Korea Selatan atau yang biasa kita sebut Korsel adalah sebuah negara di selatan semenanjung Korea yang mempunyai perekonomian yang maju dan pesat bahkan termasuk macan Asia selain Jepang. Beberapa produk Korsel baik itu di bidang manufaktur, otomotif, dan sebagainya  telah merasuk ke berbagai penjuru dunia seperti Hyundai, Daewoo, Kia, Tupperware bahkan dalam bidang budaya pun juga demikian. Munculnya film-film Korsel adalah contohnya hingga kemudian ditiru oleh beberapa orang di negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Demikian halnya dengan sepakbolanya. Tentu sebagian penggemar sepakbola di dunia dan juga Indonesia tak akan asing mendengar nama Park Ji-Sung, Lee Young-Pyo,  Seol Ki-Hyeon, dan Ahn Jung-Hwan. Ini dikarenakan beberapa dari mereka pernah mentas di liga sepakbola Eropa yang publikasinya memang getol.

Sekarang kita ke Korea Utara, korea yang terletak di utara semenanjung Korea. Berbeda dengan tetangganya yang menganut paham demokrasi liberal dan kapitalis, Korea Utara atau Korut adalah kebalikannya. Negara ini menganut paham komunis dengan pimpinan tertinggi Kim Jong-Il. Hanya itu saja yang orang ketahui tentang Korut sebab tertutupnya negara ini di mata internasional. Begitu juga sepakbolanya. Apakah orang-orang di dunia mengenal Jong Tae-Se, striker Korut yang dimiripkan dengan Wayne Rooney?

Jikalau mengenai Korut muncul di permukaan tentulah biasanya itu permasalahan dengan Korsel. Permasalahan itu sendiri berawal dari pasca Perang Korea (1951-1953) yang ditunggangi dua kepentingan, kapitalis dan komunis. Bertahun-tahun kedua negara sering melancarkan perang urat syaraf  yang melibatkan seluruh komponen termasuk rakyat Korsel yang geram dengan pemerintah Korut yang katanya sering mengancam ingin menghancurkan Korsel lewat nuklirnya.Tentu saja bila keadaannya seperti ini AS dan Jepang sebagai sekutu dekat Korsel bersiap melindungi Korsel apalagi pada saat-saat seperti ini ketika dikabarkan kapal perang Korsel ditembak hingga tenggelam oleh kapal selam Korut. Hal demikian pun pada akhirnya mengganggu semacam "harmoni" antara kedua warga negara karena lolosnya dua Korea ke Piala Dunia 2010. Adanya berita itu tak pelak membuat beberapa warga Korut takkan bisa menikmati siaran televisi tentang Piala Dunia dari si tetangga. 

Lalu bagaimana penampilan kedua Korea di Piala Dunia?
Kalau dari ukuran penampilan dan prestasi, tentulah Korsel yang menang karena sudah tampil di Piala Dunia sejak 1954 dan bahkan pada 2002 pada saat menjadi tuan rumah bersama Jepang melaju ke semifinal. Sejak keberhasilan itu, para pemain Korsel laku di pasaran dan menjadi andalan di beberapa klub di Eropa. Korut? negara ini memang baru dua kali tampil di Piala Dunia yaitu pada 1966 dan sekarang 2010 namun walau begitu dalam debutnya, Korut berhasil menghentak dunia lewat penampilannya dengan mencapai perempatfinal. Sebuah prestasi yang cukup membanggakan untuk sebuah tim Asia. Perjalanan mereka ke perempatfinal tentu salah satunya dengan menghempaskan tim kuat Italia dan di perempatfinal sebelum dihempaskan Portugal yang diperkuat Eusebeio, Korut sempat tampil mengejutkan dengan unggul 3-0 sebelum akhirnya kalah 3-5.
Kalau melihat penampilan di atas, tentu bisa dikatakan walau Korut oleh Korsel  kalah dalam pencapaian dan prestasi tetapi mereka bisa menghentak dunia dalam debutnya dan tidak butuh beberapa edisi seperti halnya Korsel. Tentu di Piala Dunia ini kedua Korea berharap bisa menghentak dunia terutama Korut yang walaupun di grup neraka yakin bisa memberi kejutan seperti Piala Dunia 1966. Apapun itu tampilnya dua Korea dengan latarbelakang berbeda sekali lagi adalah sejarah. Sejarah ini juga yang seharusnya tidak dikaitkan dengan kepentingan politik antar keduanya. Namun, pada kenyataannya sepakbola modern memang tidak bisa terlepas dari politik.

Senin, 24 Mei 2010

Piala Dunia Afrika: Antara semangat Afrika dan Kamerun sang Pionir.

Sebentar lagi dalam hitungan hari Piala Dunia akan menghampiri hidup kita selama sebulan. Tentulah ajang olahraga sepakbola dunia ini sangatlah akan begitu berkesan bagi setiap penikmat sepakbola sejagad. Bagaimana tidak ajang 4 tahunan ini adalah sebuah ajang yang akan mempertemukan jago-jago bola dari seluruh dunia dan tentunya Piala Dunia kali ini akan berkesan sebab diselenggarakan di Afrika tepatnya di Afrika Selatan.
Masyarakat Afrika pada umumnya dan Afrika Selatan pada khususnya sangat menantikan bahwa Piala Dunia untuk pertama kalinya akan digelar di tanah mereka sendiri dan tentunya kemeriahan yang akan ditawarkan nanti tidaklah kalah dengan kemeriahan ketika Piala Dunia diselenggarakan di Eropa, Amerika Selatan, dan juga Asia. Masyarakat Afrika pada umumnya memandang pegelaran Piala Dunia di tanah mereka sendiri adalah kemenangan yang telah lama dinanti-nantikan. Kemenangan ini menunjukkan pada dunia tentang jati diri Afrika yang sebenarnya dalam melawan ketertindasan yang ternyata juga ada dalam olahraga yang sering dilakukan oleh negara-negara maju dalam hal ini Eropa. Apalagi Piala Dunia dilaksanakan di Afrika Selatan yang notabene mempunyai masa lalu yang buruk akibat politik pemisahan ras alias apartheid. Penunjukan Afrika Selatan sebagai tuan rumah tentunya didasarkan pada beberapa hal selain faktor sejarah dan kebangkitan masyarakatnya juga faktor keseriusan mereka dalam menjadi tuan rumah dan Nelson Mandela. Boleh kita katakan juga ini adalah Piala Dunia bagi Mandela, sang tokoh pembebas Afrika Selatan dari apartheid.
Berbicara mengenai tim-tim Afrika di Piala Dunia tentu tak akan lepas dari penampilan impresif Kamerun di Piala Dunia 1990 di Italia. Bagaimana tidak lewat pemain bintangnya yang sudah gaek, Roger Milla, Kamerun mampu mengejutkan banyak orang ketika bisa mengalahkan Argentina di partai pembuka. Padahal, Argentina diperkuat oleh Diego Armando Maradona. Kamerun pun sampai ke perempatfinal. Tetapi, kemudian dikalahkan Inggris 3-2. Namun, tetap saja prestasi Kamerun dianggap sebagai sesuatu yang menakjubkan karena selama ini bila ikut dalam Piala Dunia tim-tim dari Afrika hanya sebatas pelengkap sejak keikutsertaan tim dari Afrika pertama kali pada 1934 melalui Mesir. Empat tahun kemudian Kamerun memang tidak bisa mengulangi penampilan impresifnya lagi. Tetapi, bermunculan negara Afrika lain yang menggantikan Kamerun, Nigeria dengan lolos sampai babak perdelapanfinal dan 4 tahun kemudian tim berjuluk Elang Super itu mengulanginya kembali. Dua ribu dua atau di awal milenium giliran negara Afrika lainnya yang juga debutan, Senegal lolos sampai ke perempatfinal. Prestasi Senegal pun juga dibilang mengejutkan. Sama halnya seperti Kamerun mereka juga mengalahkan sang juara bertahan Perancis di partai pembukaan dan akhirnya Perancis malah tersingkir tanpa satu gol pun. Pada Piala Dunia 2006 giliran Ghana yang meneruskan tradisi tim Afrika selalu lolos dari penyisihan grup. Meskipun Ghana hanya bisa mencapai babak perdelapanfinal tetapi tetap saja itu merupakan prestasi untuk negeri yang baru ikut Piala Dunia.
Kini di tanah sendiri peluang tim-tim Afrika untuk menjadi yang terdepan terbuka lebar walau harus diakui semua ditempatkan di grup-grup yang sulit. Tuan rumah Afrika Selatan di grup A bersama dengan Meksiko, Uruguay dan Perancis. Nigeria di grup B bersama dengan favorit juara Argentina, kuda hitam Korea Selatan dan Yunani.  Aljazair, satu-satunya tim Afrika dari sahara berada di grup C bersama dengan favorit Inggris, serta kuda hitam AS dan Slovenia. Ghana berada di grup D bersama dengan favorit Jerman, Australia, dan Serbia. Kamerun bersama dengan favorit Belanda, kuda hitam Denmark dan Jepang di grup E dan satu lagi Pantai Gading yang harus rela menerima nasib berada di grup neraka, grup G bersama dengan dua seleccao, Brazil dan Portugal serta kuda hitam Asia, Korea Utara. 
Tentunya juga bila diadakan di tanah sendiri entah berapa tim Afrika yang berhasil lolos dari penyisihan grup bisa diprediksikan mencapai setidaknya semifinal dan itu berarti akan melampaui pencapaian yang selama ini telah dilakukan. 

13 yang Unik di 10 tahun Milenium pertama Liga Champions UEFA

Berakhirnya Liga Champions Eropa musim kompetisi 2009-10 berarti berakhirnya juga kompetisi itu dalam dekade awal milenium baru ini. Toh selama 10 tahun penyelenggarannya ada banyak hal unik terutama berkaitan dengan partai final yang dimulai dengan superiornya Real Madrid sampai dengan ditutup dengan kecerdikan Inter Milan. Berikut yang unik-unik tersebut.
1.Tiga terbanyak. Ya dalam final sepuluh tahun pertama milenium ini ada klub yang mencatatkan penampilannya sebanyak 3 kali di final yaitu AC Milan. Klub berjulukan Rossoneri itu melakukannya pada 2003, 2005, dan 2007. Dari 3 kali itu dua diantaranya sukses (2003 dan 2007) dan satu gagal (2005). Tentu dari ketiganya hanya ada satu yang bakal diingat Milan sebagai sebuah penyesalan yaitu pada 2005 saat menghadapi Liverpool.
2. Enam klub yang menjadi dua terbanyak. Dalam sepuluh tahun penyelenggaraan juga memunculkan klub-klub yang tampil di final sebanyak 2 kali. Mereka adalah Real Madrid, Valencia, Liverpool, MU, Barcelona, dan terakhir Muenchen. Dari 6 klub itu hanya ada dua yang sukses yaitu klub-klub dari negeri matador: Real Madrid (2000 dan 2002) dan Barcelona (2006 dan 2009). Sebaliknya ada juga yang tampil dua kali bahkan beruntun tetap nihil gelar juga yaitu Valencia (2000 dan 2001). Yang lainnya tampil dua kali tetapi hanya sukses sekali yaitu, Muenchen (2001), Liverpool (2005), dan MU (2008). 
3. Valencia dan MU. Ternyata memang hanya ada dua klub yang mampu tampil di final dua kali beruntun tetapi beda nasib. Valencia yang pertama kali melakukannya. Pada 2000 klub asuhan Hector Cuper tersebut berhasil tampil di final Liga Champions di Paris untuk pertama kalinya. Sayang, karena lawan yang dihadapi adalah raja dari Liga Champions, Real Madrid mereka menyerah 3-0. Musim berikutnya di Milan menjadi penampilan kedua. Sayang, lagi-lagi kesialan masih menghampiri mereka. Kalah adu penalti dan keperkasaan kiper Muenchen, Oliver Khan jadi penyebabnya. Sedangkan MU tampil di final pada 2008 setelah 1999. Di final ini mereka mengalahkan Chelsea lewat adu penalti setelah bermain imbang 1-1. Musim berikutnya mereka tampil kembali dengan kepercayaan diri yang tinggi. Sayang, usaha mereka untuk menjadi klub yang juara dua kli berurutan setelah AC Milan kandas oleh permainan cantik Barcelona.
4. Tendangan spektakuler Zinedine Zidane. Inilah salah satu tendangan yang berbuah gol pada final Liga Champions 2002 di Hampden Park, Skotlandia. Zidane yang ketika baru saja berseragam Madrid menerima umpan sayap dari Roberto Carlos pada menit ke-73. Dengan tendangan volinya bola langsung meluncur deras di pojok atas gawang Hans Joerg Butt dan kemudian menjadi penentu kemenangan Madrid atas Bayer Leverkusen yang sebelumnya berhasil mengalahkan Liverpool dan MU.
5. Final dua klub medioker. Boleh dibilang final Liga Champions pada musim 2003-2004 antara FC Porto dan AS Monaco di Schalke sebagai final yang tak terlalu populer mengingat status kedua klub tersebut di kancah Eropa namun keduanya datang ke final dengan status membanggakan karena berhasil mengalahkan klub-klub top antara lain MU, Chelsea, dan Real Madrid. Bahkan sebelumnya juga Monaco mencatat rekor gol fantastis 8-3 sewaktu meladeni Deportivo La Coruna. Namun di final rupanya keberhasilan Didier Deschamps sebagai pelatih Monaco masih kalah kualitas dengan Jose Mourinho yang menukangi Porto. Alhasil, Monaco takluk 0-3. Final ini untuk pertama kalinya publik sepakbola dunia mengenal Jose Mourinho.
6. Final membosankan. Ini terjadi pada musim 2002-03 antara AC Milan dan Juventus dan menjadi laga final antara sesama Italia pertama setelah Spanyol. Sayangnya, kedua kubu cenderung bermain hati-hati dan akhirnya penentuan pemenang dilakukan melalui adu penalti dengan Milan sebagai juara.
7. Final spektakuler dan mengejutkan. Dalam kurun waktu dua tahun Milan tampil kembali di final dan kali ini menghadapi Liverpool. Dengan kepercayaan diri yang tinggi Milan berhasil membuka skor 3-0 hingga babak pertama usai lewat dua gol Paolo Maldini yang mencatatkannya sebagai pemain tertua di final yang mencetak gol dlam waktu tercepat dan dua gol Crespo. Sayang, pada babak kedua Milan mulai kendor dan seakan-akan yakin dapat juara sebelum usai. Akhirnya, kesempatan itu dimanfaatkan Liverpool yang dilatih Rafael Benietz. Satu gol masing-masing dari Gerrard, Alonso, dan Baros menjadi mimpi buruk Milan dan akhirnya berlanjut adu penalti. Dalam hal itu Liverpool yang kemudian jadi juara.
8. Final yang melibatkan dua klub London. Arsenal dan Chelsea dua klub tersebut. Arsenal yang pertama kali melakukannya pada 2006 dan Chelsea 2008. Sayang keduanya kurang sukses. Arsenal ditekuk Barcelona dan Chelsea oleh MU.
9. Dua final yang sama. AC Milan Liverpool pelakunya. Pertama kali bertemu 2005 dengan Liverpool sebagai pemenang melalui drama yang unik seperti yang sudah dibicarakan di atas. Selang dua tahun keduanya bertemu kembali namun kali ini Milan yang berhasil membalas dendam.
10. Vicente del Bosque, Carlo Ancelotti, dan Jose Mourinho. Ketiga nama ini adalah pelatih-pelatih yang berhasil membawa timnya juara Liga Champions dua kali. Vicente del Bosque dan Carlo Ancelotti masuk dalam kategori juara dengan tim yang sama yaitu Real Madrid dan AC Milan sedangkan Mourinho dengan dua tim yang berbeda yaitu FC Porto dan Inter Milan.
11. Sensasionalnya Josep Guardiola. Dikatakan demikian sebab dalam debutnya sebagai pelatih profesional berhasil membawa Barcelona juara Liga Champions untuk ketiga kalinya. Satu dari 6 gelar yang direbut Barcelona pada 2009.
12. Hattrick Samuel Eto'o. Pemain asal Kamerun ini mencatatkan dirinya sebagai pemain yang tampil di 3 final Liga Champions dan menjadi juara dengan 2 tim berbeda, Barcelona dan Inter Milan. Sayang, dalam dua final pertamanya ia selalu mencetak gol dan ketiganya menjadi sebaliknya.
13. Dominasi 4 tahun klub-klub Liga Primer Inggris. Mulai 2005 hingga 2009 final selalu didominasi klub-klub Liga Primer Inggris. Liverpool, MU, Arsenal, dan Chelsea adalah klub-klub yang tampil di final tersebut. Hebatnya, keempat klub termasuk anggota the big four. Dominasi ini pun makin menjadikan keeksistensinya klub-klub Inggris di Eropa dan akhirnya mempengaruhi koefisien peringkat di UEFA. Dominasi ini juga yang menjadikan Liga Primer nomor satu di Eropa dan dunia dan makin banyak diminati pemain-pemain kelas dunia. Sayang, dominasi malah tak sebanding dengan prestasi.

Minggu, 23 Mei 2010

Master of treble: Inter Milan

Seperti yang sudah banyak diprediksi sebelum-sebelumnya akhirnya Inter (Nazionale) Milan FC mencatatkan diri sebagai juara Liga Champions 2009-2010 setelah menundukkan klub asal Jerman, FC Bayern Muenchen dengan skor 2-0. Adalah Diego Milito yang menjadi pahlawan kemenangan Inter dengan mencetak dua gol yaitu pada menit ke-35 dan 70. Keberhasilan Inter itu semakin memantapkan mereka dalam usaha meraih 3 gelar dalam semusim setelah sebelumnya mereka berhasill menjuarai coppa Italia dan Scudetto Serie A. Raihan ini pula yang membuat sang presiden Inter, Massimo Moratti bangga karena setidaknya telah berhasil menyamain raihan ayahandanya, Angelo Moratti yang notabene adalah presiden Inter pada masa keemasan Lo Grande Inter di era 60-an. Inilah gelar ke-3 Inter setelah 38 tahun puasa gelar.
Bagaimana Inter bisa menjadi juara dalam final itu?
Tentunya ini karena memang kesabaran pemain Inter dalam meladeni serangan bertubi-tubi Muenchen ke jantung pertahanan Inter sejak peluit dibunyikan. Inter pun akhirnya harus melakukan permainan bertahan dengan mengandalkan efektivitas serangan balik. Di pertengahan babak pertama saja posisi penguasaan bola lebih banyak jatuh kepada Muenchen yaitu 67% berbanding dengan Inter yang 38%. Hanya saja Muenchen yang lebih dominan dalam penyerangan kelihatan sulit menembus pertahanan Inter yang kokoh dan solid dan bahkan terlihat cara permainan mereka mudah ditebak para pemain Inter sehingga mudah dipatahkan. Namun akhirnya memang serangan balik yang berbicara. Pada menit ke 35 berawal dari tendangan gawang Julio Cesar lalu menuju ke Sneijder dan dengan lihai  ia lalu melepaskan umpan ke Diego Milito yang sedikit menggiring dan menendang sehingga berbuah gol. Kalau dilihat sebenarnya umpan Sneijder mudah dibaca hanya saja para pemain belakang Muenchen terlambat menutupi gerak Diego Milito yang berada di depan. Gol kedua Milito juga dari serangan balik. Setelah menerima umpan dari Eto'o ia langsung menggiring dan menggocek salah satu pemain bertahan Muenchen kemudian menendang bola ke arah gawang.
Muenchen yang sudah ketinggalan 2 gol memang tidak mau menyerah begitu saja. Mereka terus menyerang. Sayang sekali lagi sayang permainan mereka memang sudah bisa dibaca dari manapun terutama juga dari umpan panjang yang terus-menerus dilakukan.
Dengan gelar ini juga Inter juga menjadi klub keenam yang berhasil mengawinkan 3 gelar dalam semusim setelah Ajax, Celtic, PSV, Liverpool, MU, dan Barcelona. Dan juga raihan ini menjadi kesuksesan lo specialo Jose Mourinho untuk bisa mengalahkan gurunya, Louis van Gaal dan meraih gelar Liga Champions ke-duanya setelah 2003/2004 bersama FC Porto. Satu lagi kemenangan Inter menyelamatkan Serie A. Karena dengan begitu koefisien Serie A di UEFA bertambah dan Serie A berhak mengirimkan wakilnya tetap dengan 4 klub. Akhir kata selamat untuk Inter!

Jumat, 21 Mei 2010

Final Liga Champions 2009/2010: Guru vs Murid




Sabtu esok (22/5) atau 23 mei di Indonesia akan menjadi hari yang paling dinanti-nantikan para penggemar sepakbola di Eropa (Italia dan Jerman) dan juga dunia untuk menantikan siapakah yang akan menjadi yang terbaik di pentas sepakbola benua biru melalui Liga Champions 2009/2011. Semua mata memang akan tertuju kepada stadion Santiago Bernabeu tempat diselenggarakannya final kompetisi antar klub Eropa tersebut yang mempertemukan Bayern Muenchen FC melawan Inter (Nazionale) Milan FC.

Bila melihat pertemuan kedua tim tak ubahnya pertemuan antara guru dan murid. Guru tak lain adalah Louis van Gaal yang berada di pihak Bayern, sedangkan murid adalah Jose Mourinho yang berada di pihak Inter. Tentu semua orang tahu pada dekade 90-an keduanya pernah bekerja sama membesut klub kondang asal Katalonia, Barcelona. Dari duet keduanya beberapa gelar direngkuh terutama gelar La Liga. Mourinho yang pada masa itu adalah asisten dari van Gaal banyak belajar strategi sepakbola terutama dalam menyerang. Kita ketahui van Gaal adalah tipe pelatih yang menyukai sepakbola menyerang ala 4-3-3 yang murni alias mengandalkan sayap. Van Gaal yang selama menjadikan Mourinho asistennya juga mengatakan bahwa sosok ini adalah tipe yang cerdas, kritis dan mampu menangkap semua strategi yang diberikan bahkan seorang Mourinho bisa mengembangkannya sendiri. Atas dasar itu van Gaal meminta kepada manajemen Barcelona agar menempatkan Mourinho sebagai pelatih di Barcelona B.

Seiring berjalannya waktu keduanya pun berpisah. Van Gaal setelah didepak dari posisi pelatih Barcelona sempat menukangi timnas Belanda namun gagal mengantarkan Belanda lolos ke Piala Dunia 2002. Sempat juga ia menukangi Barcelona pada 2003 tetapi kemudian didepak karena gagal. Sempat menjadi direktur teknik Ajax, klub yang melambungkan namanya ia pun kemudian melatih lagi pada 2008 untuk AZ Alkmaar yang dibawanya juara Eredivisie 2008/2009 dan setahun berikutnya pindah ke Muenchen dengan membawa gelar juara Bundesliga serta piala Jerman bagi klub Bavaria tersebut.

Lalu bagaimana dengan Mourinho? selepas van Gaal pergi ia memulai kepelatihannya di Benfica namun hanya sebentar. Kemudian ia mencoba melatih di sebuah klub tak ternama Portugal, Uniao de Leiria dan membawa klub tersebut meraih posisi lima di Liga Super Portugal dalam sejarah klub. Atas prestasinya yang seperti itu, ia pun dilirik oleh FC Porto yang merupakan klub raksasa Portugal. Di Portolah masa kejayaannya sebagai pelatih dimulai dan puncaknya terjadi pada musim 2003/2004 ketika ia berhasil membawa Porto treble winners termasuk juara liga champions. Keberhasilannya juga yang membuatnya melatih Chelsea dan membawa klub tersebut juara Liga Primer berturut-turut dan kemudian sejak 2008 melatih Inter dengan raihan dua trofi scudetto dan beberapa trofi minor lain.

Kini keduanya akan dipertemukan setelah sekian lama berpisah namun dalam konteks yang berlawanan dan juga strategi yang berlawanan. Van Gaal tetap dalam kepelatihannya yang keras terhadap semua pemain dan juga arogan masih dengan metode yang telah kita sebutkan di atas. Dan Mourinho dengan pengalaman tentang strategi kepelatihan yang didapatnya terutama dari van Gaal mencoba menampilkan gaya kepelatihan yang cenderung dinamis dan bisa berubah-ubah sesuai dengan keadaan. Dalam hal ini tentu lebih menekankan sifat pragmatisnya dalam berstrategi. Apalagi kepragmatisan ini memang berhasil menjungkalkan sepakbola indah ala Barcelona. Van Gaal? banyak yang menganggapnya tak lebih dari sebuah keberuntungan terutama kala menghdapi Manchester United.

Meskipun begitu kedua-duanya termasuk pelatih yang jenius, mempunyai banyak prestasi dan di final nanti kita akan coba mengetahui siapakah yang bisa meraih trofi Liga Champions keduanya dalam sejarah kepelatihan mereka dan semua itu tergantung dengan apa yang mereka terapkan dan instruksikan kepada para pemain di lapangan.

Kamis, 20 Mei 2010

Rindu Galatama

Dalam sejarah sepakbola Indonesia pasca kemerdekaan tentu orang akan mengenal istilah Galatama atau Liga Sepakbola Utama yang ada pada akhir 70-an hingga awal 90-an. Ya inilah liga sepakbola di Indonesia yang boleh dikatakan profesional di negeri ini walau akhirnya diwarnai skandal suap wasit. Galatama adalah sebuah liga yang diluncurkan PSSI sebagai penyanding atau pengganti Perserikatan yang terlebih dahulu ada bahkan sejak zaman Belanda. Namun, keberadaan Perserikatan sebagai liga sepakbola nomor satu di Indonesia kuranglah meyakinkan jika dilihat dari kualitas pertandingan, penonton, dan stadion. Maka, Galatama diluncurkan untuk menjawab hal tersebut dengan lebih menekankan profesionalisme. Klub-klub yang ikut serta kebanyakan adalah dari perusahaan setempat dan dapat dikatakan hampir setiap klub mempunyai modal yang kuat dan tidak bergantung dengan APBD. Beda halnya dengan perserikatan. Stadion-stadion pun dibangun dengan kualitas rumput yang mumpuni begitu juga dengan pemain. Galatama pun karena statusnya mendapat keistimewaan untuk bisa mengirimkan klub-klubnya di pentas Asia dan terbukti beberapa klub Galatama seperti Pelita Jaya dan Krama Yudha Tiga Berlian malah bisa berbicara banyak di kompetisi Asia. Karena bagus dari kualitas manajemen dan permainan Galatama menjadi tersohor di Asia kala itu bersama dengan Liga Hongkong. Bahkan liga sepakbola ini yang dijadikan bahan studi banding oleh Jepang yang ingin melahirkan J-League.
Sayang, dari tahun ke tahun kompetisi ini mengalami penurunan kualitas. Selain karena adanya suap wasit juga dilarangnya pemain asing, klub-klub yang mengundurkan diri dan ditinggal penonton. Akhirnya pada 1994 Galatama pun bersama Perserikatan dilebur dalam satu wadah bernama Liga Indonesia yang kemudian menjadi Liga Super Indonesia dan bisa dibilang klub-klub Galatama hampir pasti jarang berbicara banyak alias kalah bersaing dengan klub-klub Perserikatan.
Namun, tetap saja Galatama adalah pionir untuk meretas jalan menuju profesionalisme. Lihat saja dalam Galatama jarang terjadi kerusuhan. Semua berjalan tertib dan teratur. Bila melihat semua itu saya rindu akan kompetisi tersebut yang sudah jarang saya temui dalam sejarah sepakbola Indonesia. Andaikata Galatama tetap dipertahankan melalui banyak inovasi tentu dia akan menjadi kompetisi nomor satu di Asia seperti dulu.

Fanatisme sepakbola negatif (Holiganisme) di Indonesia dan dunia

Kita tentu semua tahu kalau kefanatikan dalam sepakbola bisa berujung positif dan juga negatif. Kalau positifnya kita akan terus mencintai klub atau timnas yang kita bela tersebut namun negatifnya adalah kebanggaan itu akan serta-merta berubah menjadi kebencian yang dalam dan akhirnya berujung kepada faham-faham sempit seperti rasisme, chauvinisme, fasisme dan sebagainya. Tentulah dalam dunia sepakbola yang seperti ini akan sering kita temukan.
Nah, dalam postingan ini saya ingin sekali mencoba memaparkan secara sederhana antara fanatisme sepakbola di Indonesia dan dunia ( baca:Eropa). Kita pun tahu semua juga tahu kalau di Eropa yang katanya empunya sepakbola dan merupakan pusat sepakbola modern ternyata belum bisa melepaskan diri dari yang namanya fanatisme berlebihan. Salah satunya holigan atau ultras yang memang merupakan momok dalam sepakbola hingga saat ini. Kelompok-kelompok yang sering menjadikan sepakbola bersifat negatif karena seringnya mereka melakukan ejekan bernada rasialis dan kerusuhan ketika sedang ada pertandingan. Toh, akibat dari itu semua terkena dampaknya mulai dari kerugian materil hingga jasmani.
Di Indonesia demikian halnya juga. Para suporter di sini sering menyanyikan lagu-lagu bernada rasialis dan kerusuhan sehingga yang ada pada sepakbola nasional adalah stigma yang terus-menerus negatif.
Nah, rupanya ada perbedaan antara fanatisme di dunia dan di Indonesia. Di dunia fanatisme itu ada kalanya berhubungan dengan faham-faham tertentu yang telah muncul pada abad ke-20 dan faham-faham itu memang digunakan juga oleh partai politik yang kebetulan salah satu pengurusnya memegang kendali klub atau suporter dan klub tersebut memang berorientasi pada partai politik tersebut. Faham-faham ini yang seterusnya akan dijadikan dasar untuk berfanatisme. Jadi, dalam artian kata politik memang benar-benar memegang kendali fanatisme di Eropa
Sedangkan di Indonesia fanatisme yang ada hanya sebatas pada semangat kedaerahan. Tak ada partai politik yang menunggangi kepentingan sepakbola di sini sebab kita tahu orang Indonesia itu alergi sama politik. Kerusuhan akibat fanatisme itu murni atas nama kelompok tanpa embel-embel faham-faham atau juga partai politik.
Melihat situasi di atas kita masih bersyukur bahwa holiganisme di Indonesia tak ditunggangi kepentingan partai politik manapun seperti halnya di dunia. Pada ranah ini kita rupanya masi bisa memisahkan antara kepentingan olahraga dan politik alias tidak bercampur-baur. Namun, tetap saja yang namanya holiganisme itu adalah merugikan dan harus dihilangkan.

Rabu, 19 Mei 2010

Naturalisasi: Pentingkah?


Ketika sepakbola nasional semakin terpuruk selalu datang usulan untuk memperbaiki. Baik dengan proses atau instan. Nah, rupanya yang lebih diutamakan adalah cara yang instan alias praktis dan pragmatis serta tidak buang banyak biaya. Cara tersebut adalah naturalisasi. Sebagaimana kita ketahui PSSI sebagai pihak yang paling dianggap bertanggungjawab terhadap semua situasi dalam sepakbola nasional kita terus-terusan mendengungkan hal ini. Menurut saya pribadi itu sebagai sebuah penutupan atas kesalahan yang telah diperbuat.

Mengapa harus naturalisasi? 

Apakah memang dengan cara seperti itu lantas sepakbola kita akan maju dan berbicara banyak? Apalagi kalau itu tidak disertai mental bertanding yang kuat.

Wacana PSSI yang kuat adalah menaturalisasi para pemain keturunan Indonesia yang berada di Eropa. Okelah kalau PSSI mau yang seperti itu tetapi sekali lagi apakah lantas itu mengubah keadaan kalau hanya satu aspek saja yang dibenahi?

Boleh saja para pemain itu berasal dari Eropa tapi belum tentu itu menjamin. Ingat, jangan hanya melihat buku dari  luarnya. Apakah berarti dengan ini SDA di negeri ini sudah dibilang payah? Semua berpaling bagaimana pengelolaannya dan manajemennya. Kalau nanti sudah bisa dinaturalisasi manajemannya masih itu-itu juga. Ya sama saja bohong. Beli kucing dalam karung.

Ingat kita ini bukan Singapura! Dia wajar negara kecil. Hampir sekecil Batam. Naturalisasi dilakukan karena penduduknya kurang terutama dalam bidang olahraga.

Buku Sejarah Sepakbola Indonesia

Ingin sekali rasanya ada sebuah buku lengkap yang mengulas tentang sejarah sepakbola Indonesia seperti halnya buku MC.Rickfels yang mengulas sejarah Indonesia dari 1200-an sampe sekarang. Tentunya buku itu akan mengulas sejarah sepakbola nasional dari zaman Hindia-Belanda ketika pertama kali sepakbola diperkenalkan oleh orang-orang Belanda pada awal abad ke-20 kemudian ke arah perkembangannya sampe sekarang. Nah, dalam perkembangannya itu juga akan diceritakan bagian-bagian penting dalam sejarah sepakbola kita mulai dari adanya keadaan sepakbola di Indonesia pada masa awal, terbentuknya PSSI, timnas 1938, sepakbola era ramang dan kawan-kawan, Perserikatan, galatama dan juga era liga Indonesia dan Liga Super Indonesia. Para pelakunya juga harus ditampilkan terutama yang telah membuat sepakbola Indonesia bangga dan hancur seperti sekarang ini. Dalam hal ini pemain, wasit, suporter, petinggi organisasi serta pers. Juga dalam buku itu ditulis tentang semangat kedaerahan tiap suporter dalam mendukung timnya sampe begitu fanatik dan merugikan dan tentu saja solusi. Semoga saja ada yang berminat menuliskan karena orang Indonesia sendiri buta sejarah sepakbolanya!

Minggu, 16 Mei 2010

Hanya GBK!!!


Alkisah Indonesia menginginkan mempunyai sebuah stadion bagus dan megah dengan kualitas internasional. Stadion itu tak hanya sebatas untuk pertandingan olahraga saja tetapi juga untuk unjuk kekuatan Indonesia di masa itu (baca: 1960-an). Untuk mewujudkan hal tersebut Bung Karno yang juga seorang arsitek dan seniman memerintahkan membangun stadion tersebut. Stadion itu tepatnya harus berada di Jakarta yang merupakan pusat pemerintahan. Ketika stadion itu akan dibangun di sebuah kawasan bernama Senayan penduduk-penduduk yang di sana disuruh pindah dan menyingkir dan kebanyakan dari mereka akhirnya menetap di Tebet. Selain itu semen-semen dimonopoli untuk mewujudkan proyek mercusuar Bung Karno tersebut.

Tahun 1961 Stadion dan selesai setahun kemudian. Stadion yang juga untuk persiapan Asian Games ke-4 itu berkapasitas sekitar 100.000 penonton dan merupakan stadion terbesar di Asia kala itu dan juga masuk dalam 3 besar dunia selain Centenario dan Maracana. Tentulah itu menjadi kebanggaan besar masyarakat kita pada masa tersebut.

Dalam perjalanannya kemudian stadion yang acapkali disebut Senayan atau Gelora Bung Karno itu menjadi banyak saksi. Mulai dari permainan timnas yang memukau hingga sekarang yang memalukan, permainan tim-tim besar serta juga konferensi parpol menjelang pemilu.

Juga dalam perjalanannya kapasitas stadion akhirnya dikurangi menjadi 88.000. Posisinya sebagai yang terbesar di Asia kalah oleh Azadi dan Bukit Jahlil. Pengurangan ini dilakukan untuk keefisienan Piala Asia 2007. Setelah pengurangan itu memang GBK menjadi stadion yang dapat dikatakan cantik kembali sebab banyak fasilitas yang kemudian ditambahkan. Hal itulah yang akhirnya menjadi penilaian tim verifikasi AFC. Mereka datang ke Indonesia untuk memverifikasi tim-tim di Indonesia beserta fasilitas-fasilitasnya terutama stadion untuk Liga Champions AFC 2011. Stadion dalam sebuah pertandingan adalah unsur penting. Tanpa stadion permainan tak bisa dilakukan.

Dari verifikasi itu memang tim dari AFC melihat hasil positif terutama dari atmosfer penonton yang dibilang memang hebat. Sayang untuk stadion tak semua layak. Bahkan ada beberapa yang dikategorikan paling parah. Sebut saja stadion Andi Matalatta di Makassar. Hasilnya, cuma ada satu stadion yang layak yaitu, GBK!

Dari kenyataan di atas awalnya saya sempat menampik. Masa sih? Bukannya ada yang berkualitas selain Gelora Jakabaring dan Palaran?

Lalu saya berpikir sepertinya semua fasilitas yang mendukung memang ada di GBK. Fasilitas itu bukan hanya tribun tetapi juga menyangkut tingkat keamanan dan semua fasilitas di kamar ganti. Ya buat apa stadion berkapasitas besar tetapi hal seperti itu tidak ada. Apalagi rumput. Saya sempat kecewa dengan stadion si Jalak Harupat yang menurut saya bagus dari infrastruktur tetapi rumputnya malah mengecewakan. Mengenai tribun masih ingat kasus meninggalnya suporter Persik di dalam stadion atau jatuhnya suporter Persib ketika di stadion Singaperbangsa karena pagarnya amblas dan juga terjepit hingga jatuh di si Jalak Harupat? Hal-hal itu yang terkadang tidak diperhatikan oleh insan-insan sepakbola kita. Cuma demi memenuhi isi stadion dan menyalurkan kefanatikan hal yang berhubungan dengan nyawa dipertaruhkan. Dan memang faktor keamanan di GBK-lah yang membuat ia yang paling layak dan satu-satunya paling layak!

Sebenarnya saya sempat sedih kalau memang hanya GBK yang layak. Jadi, untuk LCA 2011 semua tim harus bertanding di GBK bahkan untuk tim yang jauh dari Papua sekalipun. Seharusnya ini menjadi titik utama perhatian para insan sepakbola. Setidaknya masih ada waktu untuk berbenah!

Sabtu, 15 Mei 2010

Antara Liga Super Indonesia dan Super League Malaysia



Dalam beberapa tahun terakhir ini seringkali kita berkonflik dengan negara tetangga kita yang katanya serumpun apalagi kalau bukan Malaysia (baca: Malingsia). Konflik itu terjadi disebabkan perilaku negara tersebut yang memang sombong sekali terhadap negara ini dan contoh nyatanya adalah perlakuan yang tidak semena-mena terhadap TKI atau malah klaim wilayah dan kebudayaan. Tentu saja konflik-konflik seperti itu sering terbawa dalam ranah olahraga sebut saja di bulutangkis atau sepakbola. Nah, di sepakbola kita masih bisa berbangga terhadap tim nasional kita baik itu di sepakbola konvensional atau di futsal untuk mengalahkan kesombongan negara tersebut. Contoh paling gres tentu keberhasilan timnas futsal menggasak negara tersebut 5-0 pada waktu di piala AFF lalu. Memang harus diakui bahwa kualitas permainan timnas kita masih jauh lebih baik daripada Malaysia yang memang selalu sulit mengalahkan kita.

Lalu bagaimana dengan liga sepakbola kedua negara?

Nah, kalau untuk liga sepakbola kita sendiri tentu kita sudah tahu bagaimana keadaannya. Tentu yang selalu diberitakan negatif walau sekarang ini sudah muncul positifnya. Tetapi, agaknya sulit memang melepas paradigma negatif tersebut. Namun jika kita melihat pada negara tetangga yang suka merampok, keadaan liga sepakbola di sana yaitu Super League Malaysia atau Liga Super Malaysia (mirip namanya dengan di Indonesia yang juga memakai Liga Super) berkebalikan dengan yang ada di tanah air. Suasana profesional mulai terasa dalam kompetisi yang dimulai sejak 2004 menggantikan M-League (Malaysian League) itu. Setiap klub hampir dipastikan mandiri dengan tidak berketergantungan terhadap anggaran daerah dan setiap klub mempunyai sponsor sendiri untuk menghidupi diri mereka sendiri. Stadion-stadion yang dibangun dan ada memang cukup representatif dan modern dan juga lebih mengedepankan keamanan penonton di tribun. Ini tentu beda dengan keadaan di tanah air yang stadion-stadionnya banyak yang amburadul sehingga mengakibatkan gesekan dan akhirnya jatuh korban. Selain itu, kerusuhan sepertinya sudah menjadi barang langka dan terlihat memang semangat kefederasian yang dimiliki tidak sefanatik di Indonesia. Sebab bila melakukan tindakan seperti itu otomatis yang akan menanggung pihak klub dan akibatnya kerugian yang ada. Beda dengan Indonesia kalau sudah kena sanksi atau denda tetap saja kerusuhan ada.

Suasana-suasana seperti itu yang kemudian membuat Super League Malaysia banyak didatangi para pemain asing yang boleh dikatakan amat berkualitas walaupun mirip di Indonesia melihatnya tidak langsung dari tempat asal tetapi melalui agen pemain. Super League Malaysia bahkan ketika masih bernama M-League malah sempat muncul dalam game FIFA buatan EA Sports. Tentu saja untuk masuk dalam game seperti itu berarti liga tersebut cukup baik representasinya.

Namun dalam beberapa tahun terakhir ini memang reputasi Super League Malaysia memang merosot tajam bahkan malah kalah oleh Liga Super Indonesia dalam hal rangking liga AFC. Perlu diketahui peringkat MSL berada di posisi 19 sedangkan LSI di posisi 8. Gradenya pun berbeda pula d dan b. Hal ini dikarenakan tidak semaraknya liga tersebut karena tidak adanya pemain asing yang sudah mulai dilarang bermain sejak 2009 dengan alasan untuk lebih mengembangkan pemain lokal. Hal ini juga dilakukan melihat prestasi timnas Malaysia yang semakin terpuruk usai penampilan yang memalukan pada piala Asia 2007. Sedangkan LSI malah semakin semarak dengan tetap adanya pemain asing khususnya dari benua asia dan limpahan penonton yang fanatik tetapi tidak sebanding dengan kapasitas stadion. Namun, walau tak semarak kebijakan itu akhirnya berbuah manis juga karena timnas jiran berhasil juara SEA Games di Laos sedangkan kita malah tersingkir oleh tim dari antah-berantah, Laos.

Teroris Sepakbola Indonesia

Akhir-akhir atau malah dalam 2-3 hari terakhir ini sering terjadi penyergapan yang dilakukan oleh pihak polisi terhadap sekelompok orang yang dicurigai sebagai teroris. Kalau kita mendengar kata "teroris" tentulah pasti pikiran kita akan melayang dengan gambaran orang-orang itu akan melakukan kekerasan bersenjata yang mengorbankan orang-orang yang tidak tahu apa-apa. Tetapi, ada juga yang mengatakan bahwa teroris bukanlah seperti itu juga. Orang-orang berdasi dan berprofesi koruptor juga bisa disebut demikian. Ini dikarenakan karena kerja mereka mengkorup uang negara yang diperuntukkan rakyat banyak terutama rakyat kecil untuk terbebas dari teror kemiskinan yang diciptakan para elit yang rakus.
Bagaimana di sepakbola khususnya sepakbola tanah air? Apakah ada terorisnya?
Ternyata untuk menemukan jawabannya sama sekali gampang alias tidak susah. Para teroris dalam sepakbola kita itu ada yang sifatnya nyata ada juga yang tidak. Yang nyata....nah coba lihat sekelompok suporter sepakbola yang sering melakukan tindakan rasis dan rusuh jikalau tim kesayangannya bermain. Bahkan bukan hanya pemain yang bisa kena tindakan ini tetapi juga warga masyarakat yang tidak tahu apa-apa. Masih ingat contoh bonek berbuat ulah di Solo?
Selain suporter ada juga pemain. Pemain yang termasuk kategori teroris adalah pemain yang senang melakukan permainan tidak sportif seperti tekel yang terlalu keras, diving, atau juga memprotes keputusan wasit secara berlebihan dan bertengkar dengan pemain lain. Nah kalau contohnya pasti Anda masih ingat kasus pemukulan Choi-Dong Soo, pemain Persisam asal Korea oleh para pemain dan official Persiwa atau kasus Noh Alam Shah yang tiba-tiba memeras kemaluan FX Yanuar. Wasit pun juga bisa disebut teroris jika keputusannya selalu merugikan dan bahkan ada wasit yang minta uang sogokan.
Nah itu yang nyata. Bagaimana yang tidak nyata?
Kalau yang tidak nyata biasanya akan langsung menuju ke organisasi yang mengurus sepakbola kita ini. Tak perlu susah menyebut: PSSI. Ya organisasi induk sepakbola pimpinan Nurdin Halid yang jelas-jelas adalah mantan napi itu sering mengeluarkan teror dari keputusan para petingginya yang sering dianggap berat sebelah dan tidak tegas. Bayangkan saja dalam pemberian sanksi bisa saja sanksi yang diberikan malah dikurangi masa sanksinya atas dasar beberapa pertimbangan atau malah klub tersebut dipaksa ikut sebuah aturan yang berada di luar jangkauan. Padahal asal tahu saja kebanyakan klub-klub Indonesia masih berada dalam asupan APBD dan belum bisa mandiri. Liga Super Indonesia yang ada terkesan memang dipaksakan jika melihat perkataan di atas karena PSSI melalui PT Liga Indonesia terkesan memaksakan hanya demi kepentingan sponsor. Akibatnya, jadwal tidak rapi, stadion yang pas-pasan serta manajemen klub yang belum bisa dibilang profesional sehingga banyak klub yang berteriak "Krisis". Yang sering mengeluhkan tentu para pelatih dan pemain. Tenaga mereka benar-benar dikuras! Tetapi tetap saja mereka harus melakukan sebab kalau tidak melakukan sanksi sudah menunggu. Akibatnya, malah berpengaruh kepada timnasnya yang sering dirundung kekalahan. Jika sudah kalah yang melakukan teror itu malah mengelak dan menyalahkan para pemain yang hanya menjalankan perintah dari orang-orang yang berkepentingan tersebut. Nah, yang terakhir yang bisa disebut teroris adalah media yang cenderung negatif dan mencari-cari kesalahan untuk pemberitaannya padahal jelas-jelas faktanya tidak sesuai sehingga yang timbul dalam masyarkat ya terus saja negatif.

Jumat, 14 Mei 2010

J-LEAGUE (Antara profesional dan liga Indonesia)

Setiap penggila bola pasti sudah tahu dengan kata ini. Tentu saja pikiran kita akan langsung melayang ke sebuah liga sepakbola di negeri sakura, Jepang. Ya J-League atau dalam bahasa Indonesianya Liga Jepang adalah sebuah kompetisi profesi0nal dan juga kelas wahid baik di Jepang dan juga di Asia. Tak percaya? coba saja buka situs AFC atau tentang profil AFC di wikipedia. Dalam tabel itu J-League berada di posisi paling atas disusul kemudian oleh K-League atau Liga Korea. Sudah begitu di tataran liga-liga dunia menurut IFFHS J-League termasuk salah liga 10 besar terbaik dunia dan menduduki peringkat 9.

Yang jadi pertanyaan mengapa J-League yang baru ada pada 1992 bisa menjadi seperti itu?
Ini tentu ada hubungannya dengan sifat orang-orang Jepang yang selalu ingin bekerja dan berusaha keras demi mencapai sesuatu. Perlu diketahui sepakbola bukanlah cabang olahraga populer di sana. Yang justru menjadi populer adalah baseball dan sumo. Sepakbola hanya sebatas pelengkap. Akan tetapi pada masa itu sudah muncul liga sepakbola bernama JFL atau Japan Football League. Yang menjadi pesertanya adalah klub-klub dari perusahaan multinasional ternama seperti dari Mitsubhisi dan Panasonic. Namun karena dianggap belum profesional komnpetisi itu dibubarkan dan mulailah digelar J-League yang dianggap sebagai yang profresional. Tentunya untuk membuat liga sepakbola yang semacam itu dengan harapan menampilkan permainan yang berkelas dilakukanlah semacam studi banding terhadap liga-liga di asia yang sudah termasuk maju. Dalam hal ini Indonesia yang sudah maju dengan Galatamanya malah jadi acuan dan salah satu pemain Galatama, Ricky Yakobi pernah bermain di sana.
Namun yang menjadi pertanyaan lagi kenapa Galatama yang dijadikan acuan malah mengalami kemunduran setelah kompetisi Indonesia yang profesional diluncurkan pada 1994? Perbandingannya jauh besar. Hal itu bisa terlihat dari kualitas dan kuantitas yang ada. Contoh yang paling gres tentu di ajang liga champions AFC dalam hal ini Persipura dihajar 6-0 oleh Kashima. J-League sebagai kompetisi yang profesional memang benar-benar profesional terutama dalam hal manajemen klub dan suporter. Tak ada yang namanya bentrok walaupun di sana pendukung-pendukungnya termasuk fanatik bahkan paling fanatik se-asia (Indonesia nomor 2). Sebab mereka sadar buat apa bentrok kalau memang merugikan dan liga yang baik tentu akan berpengaruh pada tim nasionalnya. Hasilnya, Jepang yang bukan apa-apa malah dianggap sebagai tim yang apa-apa dan karena itu mereka berani mematok target semifinal di piala dunia 2010. Indonesia?