BLOGGER TEMPLATES AND Friendster Layouts »
Powered By Blogger

Latest Photos

Latest News

Sabtu, 15 Mei 2010

Teroris Sepakbola Indonesia

Akhir-akhir atau malah dalam 2-3 hari terakhir ini sering terjadi penyergapan yang dilakukan oleh pihak polisi terhadap sekelompok orang yang dicurigai sebagai teroris. Kalau kita mendengar kata "teroris" tentulah pasti pikiran kita akan melayang dengan gambaran orang-orang itu akan melakukan kekerasan bersenjata yang mengorbankan orang-orang yang tidak tahu apa-apa. Tetapi, ada juga yang mengatakan bahwa teroris bukanlah seperti itu juga. Orang-orang berdasi dan berprofesi koruptor juga bisa disebut demikian. Ini dikarenakan karena kerja mereka mengkorup uang negara yang diperuntukkan rakyat banyak terutama rakyat kecil untuk terbebas dari teror kemiskinan yang diciptakan para elit yang rakus.
Bagaimana di sepakbola khususnya sepakbola tanah air? Apakah ada terorisnya?
Ternyata untuk menemukan jawabannya sama sekali gampang alias tidak susah. Para teroris dalam sepakbola kita itu ada yang sifatnya nyata ada juga yang tidak. Yang nyata....nah coba lihat sekelompok suporter sepakbola yang sering melakukan tindakan rasis dan rusuh jikalau tim kesayangannya bermain. Bahkan bukan hanya pemain yang bisa kena tindakan ini tetapi juga warga masyarakat yang tidak tahu apa-apa. Masih ingat contoh bonek berbuat ulah di Solo?
Selain suporter ada juga pemain. Pemain yang termasuk kategori teroris adalah pemain yang senang melakukan permainan tidak sportif seperti tekel yang terlalu keras, diving, atau juga memprotes keputusan wasit secara berlebihan dan bertengkar dengan pemain lain. Nah kalau contohnya pasti Anda masih ingat kasus pemukulan Choi-Dong Soo, pemain Persisam asal Korea oleh para pemain dan official Persiwa atau kasus Noh Alam Shah yang tiba-tiba memeras kemaluan FX Yanuar. Wasit pun juga bisa disebut teroris jika keputusannya selalu merugikan dan bahkan ada wasit yang minta uang sogokan.
Nah itu yang nyata. Bagaimana yang tidak nyata?
Kalau yang tidak nyata biasanya akan langsung menuju ke organisasi yang mengurus sepakbola kita ini. Tak perlu susah menyebut: PSSI. Ya organisasi induk sepakbola pimpinan Nurdin Halid yang jelas-jelas adalah mantan napi itu sering mengeluarkan teror dari keputusan para petingginya yang sering dianggap berat sebelah dan tidak tegas. Bayangkan saja dalam pemberian sanksi bisa saja sanksi yang diberikan malah dikurangi masa sanksinya atas dasar beberapa pertimbangan atau malah klub tersebut dipaksa ikut sebuah aturan yang berada di luar jangkauan. Padahal asal tahu saja kebanyakan klub-klub Indonesia masih berada dalam asupan APBD dan belum bisa mandiri. Liga Super Indonesia yang ada terkesan memang dipaksakan jika melihat perkataan di atas karena PSSI melalui PT Liga Indonesia terkesan memaksakan hanya demi kepentingan sponsor. Akibatnya, jadwal tidak rapi, stadion yang pas-pasan serta manajemen klub yang belum bisa dibilang profesional sehingga banyak klub yang berteriak "Krisis". Yang sering mengeluhkan tentu para pelatih dan pemain. Tenaga mereka benar-benar dikuras! Tetapi tetap saja mereka harus melakukan sebab kalau tidak melakukan sanksi sudah menunggu. Akibatnya, malah berpengaruh kepada timnasnya yang sering dirundung kekalahan. Jika sudah kalah yang melakukan teror itu malah mengelak dan menyalahkan para pemain yang hanya menjalankan perintah dari orang-orang yang berkepentingan tersebut. Nah, yang terakhir yang bisa disebut teroris adalah media yang cenderung negatif dan mencari-cari kesalahan untuk pemberitaannya padahal jelas-jelas faktanya tidak sesuai sehingga yang timbul dalam masyarkat ya terus saja negatif.

0 komentar: