BLOGGER TEMPLATES AND Friendster Layouts »
Powered By Blogger

Latest Photos

Latest News

Rabu, 30 Maret 2011

Pelatih: Ketika Sang Sutradara Beraksi

Sepakbola tidak semata membutuhkan kerjasama tim untuk menghasilkan kesuksesan ketika bermain namun juga dibalik itu ada sosok yang sejujurnya jauh lebih penting ketika segala urusan yang berbau teknis dilaksanakan. Dialah yang disebut dengan pelatih.

Pelatih adalah orang yang selalu berada di pinggir lapangan. Melihat, mengamati, berteriak dan terkadang marah-marah adalah hal-hal yang identik dengan sosok seperti ini. Bila gol tercipta ia akan ikut gembira namun apabila tim yang dilatihnya kebobolan ia apalagi kalah ia akan geleng-geleng kepala. Pelatih adalah sosok yang sepertinya tidak segan-segan untuk bertindak di luar batas demi timnya sehingga melahirkan suatu hal yang kontroversial.

Di luar lapangan pelatih tetap mempunyai peran yaitu melatih sesuai dengan program yang dibuat. Program ini harus sesuai dengan rancangan dan juga keinginan klub. Maka dari itu tidak heran jika banyak pelatih yang keras dan marah-marah jika salah satu pemainnya indispliner.

Sir Alex Ferguson adalah salah satu contoh pelatih yang keras dan disiplin dan tidak pandang bulu. Di Manchester United pemain boleh saja datang dan pergi entah apa itu statusnya namun kendali tetap dipegang olehnya. Tentu saja semua tahu pemain-pemain seperti Eric Cantona, David Beckham, dan Christiano Ronaldo yang pernah bermain di MU dengan status pemain bintang namun ketiganya telah pergi dari klub asal Manchester itu. Mungkin bisa saja kerugian kalau ditinggalkan pemain bintang tetapi bagi seorang sir Alex itu bukan masalah. MU masih tetap dibawanya menjadi klub top di dunia.

Bagi banyak orang menjadi pelatih pun harus bermain bola dahulu terutama pemain profesional. Namun, hal ini tak berlaku bagi Jose Mourinho yang di masa mudanya hanya bermain beberapa kali untuk sebuah tim amatir sebelum akhirnya melanjutkan pendidikan di sebuah institut olahraga dengan mengambil jurusan kepelatihan. Hasilnya, Mou-panggilan akrabnya menjadi salah satu pelatih top. Tak hanya Mou hal yang sama juga dilakukan oleh Arsene Wenger, Alberto Zaccheroni, dan Arrigo Sacchi. Tak terkenal di masa muda menjadi pemain atau sama sekali tidak namun berhasil menjadi pelatih berkat kegemaran membaca buku dan menuntut ilmu sampai perguruan tinggi.

Menjadi pelatih juga tidak harus menunggu usia tua atau di usia itu meneguk sukses. Ruud Gullit, Roberto Mancini, Josep Guardiola, dan Frank Rijkaard adalah contoh pelatih-pelatih yang meraih sukses di usia muda. Namun yang paling fenomenal adalah Guardiola. Di tahun pertamanya melatih Barcelona ia mampu menghadirkan 6 gelar dalam setahun.

Atau ketika bermain pun bisa menjadi pelatih dengan istilah pelatih-pemain. Hal ini yang pernah dilakukan oleh Kenny Dalglish, Ruud Gullit, dan Gianluca Vialli.

Sosok pelatih sekali lagi memang penting. Di tangannya melalui sebuah metode baik itu secara teknis atau psikologis permainan dan nama sebuah klub bisa terangkat. Apalagi ia juga dianggap sebagai pengorbit seorang pemain hingga dilirik untuk bermain di sebuah kompetisi besar. Hal ini yang terkadang dilupakan banyak orang.

Namun saking pentingnya posisi pelatih juga riskan dengan pemecatan. Hal itu akan terjadi jika klub yang dilatihnya tak jua meraih prestasi.

Selasa, 29 Maret 2011

Soccertaintment: Ketika Sepakbola Tidak Hanya Sepakbola

Sepakbola bukanlah sekedar olahraga saja namun terkadang ia juga bisa menjadi bahan untuk berbagai macam disiplin ilmu baik langsung maupun tidak langsung. Tak hanya itu biasanya olahraga ini juga kerap menyajikan kisah-kisah hangat para pesepakbola yang biasanya terjadi di luar lapangan. Istilah hal tersebut biasanya dinamakan dengan soccertaintment-singkatan dari soccer entertaintment atau hiburan dalam sepakbola. Hiburan yang dimaksud jelas bukan hiburan dalam permainan di lapangan akan tetapi seperti disebut tadi di luar lapangan.

Biasanya yang paling hangat dibahas dalam soccertaintment adalah hubungan percintaan antara seorang pesepakbola dengan seorang pesohor publik seperti hubungan antara Christiano Ronaldo dengan Paris Hilton atau Kim Kadarshian atau kisah selingkuh John Terry dengan Veronica Peroncel. Di Inggris atau AS pemberitaan seperti ini adalah pemberitaan yang begitu menghangat dan dibahas begitu mendalam. Pemberitaan-pemberitaan tersebut seperti halnya sebuah gosip bisa menaikkan pamor atau malah menurunkan.

Selain soal hubungan biasanya juga soccertaintment akan membahas hal-hal yang bersifat humor seperti Carlo Ancelotti, sang pelatih Chelsea yang diusir seorang wanita tua kala menonton sepakbola di Emirates atau seorang anak kecil menolak bersalaman dengan Steven Gerrard sekitar 5 tahun yang lalu atau gol balon yang dilakukan oleh seorang pendukung Liverpool yang iseng yang ironisnya timnya sendiri malah kalah.

Hal-hal seperti itu katakanlah seperti semacam pelengkap dan sudah ada ketika olahraga permainan ini mulai mengarah ke bisnis dan industri. Rasanya tidak menarik jika sepakbola hanya dibahas di dalam saja tetapi juga di luar. Bagi penganut dunia hiburan kalau tidak ada ya seperti sayur tanpa garam.

Kamis, 24 Maret 2011

Nomor dalam Sepakbola

Sepakbola sebagai salah satu olahraga permainan tentu wajib memakaikan nomor pada pemainnya jika pertandingan sepakbolanya bersifat resmi. Nomor pada pemain biasanya dilekatkan di punggung atau di dada depan sebelah kiri atau bagian tengah atau di dekat bagian perut. Penempatan nomor di dada depan atau tengah biasanya disesuaikan dengan penempatan kit sponsor atau logo. Di bagian belakang bagian atas atau bawah nomor biasanya akan dibubuhi nama pemain atau sponsor.
Nomor inilah yang seringkali memudahkan para penikmat atau penggelut sepakbola untuk bisa mengenal para pemain sepakbola tersebut. Seperti Lionel Messi di Barcelona dengan nomor 10, Christiano Ronaldo di Real Madrid dengan nomor 7 atau Bambang Pamungkas dengan nomor 20 di Persija. Pemberian nomor tersebut juga bukanlah sesuatu yang asal dan seringkali terkait dengan privasi pemain. Misal Christiano Ronaldo dengan nomor 7-nya disingkat menjadi CR7 dan menjadi merek dagang atau Saffee Sali di Pelita Jaya yang memilih nomor 55 karena berhubungan dengan dua nama depannya atau malah Boaz Solossa, striker Persipura yang memilih nomor 86 dikarenakan sesuai dengan tahun lahirnya.

Di dunia sepakbola seringkali nomor 7, 9, dan , 10 menjadi nomor yang kerap dikeramatkan. Hal itu dikarenakan adanya hubungan antara si pemakai nomor dengan kemampuan individunya. Sudah banyak para seniman lapangan hijau yang tersohor memakai nomor-nomor tersebut. Beberapa memang sesuai namun adakalanya tidak. Zinedine Zidane serta Diego Maradona adalah contoh-contoh para maestro yang sesuai dengan nomor punggung mereka.

Nomor kadang juga bisa menjadi masalah. Masih ingat tentu dengan kasus Gianluigi Buffon sewaktu ia membela Parma sebelum ke Juventus. Di klub itu ia sempat akan memilih nomor 88 namun urung akibat banyak pertentangan dari kaum yahudi Italia yang mengaitkan nomor itu dengan salam khas Hitler "Heil Hitler". Akhirnya, Buffon memilih nomor 77 yang dianggap sebagai interpretasi kaki wanita.

Di masa sekarang penggunaan nomor malah melebihi batas aslinya yang hanya memakai secara urut nomor 1-23 dan itu identik dengan posisi di lapangan. Ketika zaman semakin berkembang hal yang demikian ditinggalkan dan hasilnya bisa dilihat bahwa bisa ada seorang pemain yang bernomor 5 bermain sebagai playmaker dan itu adalah Zidane. Namun, di ajang internasional seperti piala Dunia FIFA tetap mengatur penggunaan nomor 1-23.

Minggu, 20 Maret 2011

CSKA and Zenith, The Russians victories in Europe


If you hear the Russian football team maybe you cannot compare with the strongest teams in the world such as Brazil, Argentina, Spain or Holland. Well, the level is not similar with them but many football fans mention that the level is on progress.
Football is really popular in the main former Soviet country but this is not the most popular. Ice Hockey is still taking that. The performances of Russian Ice Hockey national team become the source of their popularity. This team is one of the strongest team in the world and always be the world champion.
Beside ice hockey, tennis is considered the most popular. Many tennis stars are from here such as Maria Sharapova and Russian tennis team by many people in the world is the one of the strongest team in the world.
So, where is football? Where is the achievement?
After separated from Soviet Union in 1991, the Russian football team could not show the best performance yet until this time. This team can only reached the European championship semifinal in 2008 but for many football fans this action was felt enough. However after this “achievement” they failed to the 2010 World Cup.
When Russia were part of Soviet Union the only one achievement they had, became the winner of European championship in 1960. But that was only a story in a past.
This situation made the modern Russian leader, Vladimir Putin not enthusiast but when the Russian show the progressive performances in the most popular sport, Putin shows his enthusiasm slowly. The successes in 2008 European championship and of course the host 2018 World Cup were the indicators.
Not only national team the Russian clubs show it too. It is begun by CSKA Moscow which became the winner of UEFA Cup in 2004-2005 seasons and runner-up of UEFA Super cup in the next season. This is the first title for Russian in Europe. This achievement was continued by Zenith St. Petersburg. They gain the success when became the winner of UEFA Cup in 2007-2008 seasons and be the UEFA Super Cup for the first time and of course for the Russian club. In UEFA Super Cup they success defeated Manchester United.
They achievement are contrast with Spartak Moscow, the strongest and best team in Russia which always shows in European championship but never gain the victory.





Jumat, 18 Maret 2011

Sevilla from Middle to Upper


Sevilla cf 200px.png2005-06 the miracle was happened. The final of UEFA Cup (now Europa League) that season was the eyewitness. Sevilla FC or Sevilla for the popular name reached the final and became the winner. This situation was never imagined by many people before. In that final they defeated the English side, Middlesbrough 4-0. The title was the first European title for the Andalusian and of course the final.
The miracle stayed continuing. After German’s World Cup they had gained the victory in European Super cup. Many people were shocked because the opponent which they defeated was Barcelona, the winner of Champions League and La Liga. Three goals to the Barcelona’s net was felt enough for the Andalusian against the team which has many superstars players such as two times best world player, Ronaldinho, the rising star Lionel Messi and the striker Samuel Eto’o. Since that Sevilla by many people in Spain become a new power to compete in La Liga and UEFA’s competitions.
In the next season they gained back the victory in UEFA Cup. Espanyol, the other Spanish side and was theirs opponent had been defeated by penalty shootout. This title was the second and was the entertaining title because in La Liga they only placed their self in the third place behind Real Madrid and Barcelona. But the situation for many people was the increasing graphic for the Andalusian. However, in European Super Cup they had to confess the aggressively of AC Milan.
What is Sevilla? Maybe many people asking about this until now.
For many people Sevilla maybe only well known as region in Andalusia which had ever been the center of Moslem’s civilization in Spanish Middle age. But in the football area this city has two football clubs, Sevilla FC and Real Betis and both of them always be the rival. If we look from the achievement we cannot deny that Sevilla is better than Betis although in La Liga either Sevilla or Betis were only one time to be a champion.
Sevilla which displayed for the last time in La Liga 1999-2000’s season had turned back again to the Spanish football highest competition in 2001-02’s season. But they were only the club from the middle class like ever before. In 2003-04’s season they had reached the Copa del Rey final after more than 20 years but loss from Real Madrid. In 2004-2005 they finished in 6th and therefore they earned a ticket for the UEFA Cup.
Juande Ramos was the important person for the Andalusian. This coach had brought the club to the UEFA Cup final and European Super Cup twice, one Copa del Rey and of course the 3th place in La Liga and therefore Sevilla becomes the upper class club. Many players were raised then when Juande was the coach such as Frédéric Kanouté, Julien Escudé, Andrés Palop, Javier Saviola, and Fabrizio Miccoli.
When Juande left the Andalusian for receiving the challenge from Tottenham Hotspur, the club performance was going under slowly. They only finished in 5th. In that season one of their players, Antonio Puerta had died after collapsed in the match against Getafe. In the 2008-09’s season they turned back to the 3th. Although in 2009-10’ season they turned down again to 4th they had been success after gained the victory in the Copa del Rey final defeated Atletico Madrid.


Kamis, 17 Maret 2011

Dan Kutukan itu pun Sirna

Juventus, Arsenal, Bayern Muenchen, AS Roma, Liverpool, dan Lyon. Itulah deretan klub-klub yang pernah menghinggapi masa lalu yang kelam bagi Real Madrid. Bagaimana tidak klub-klub itu yang selalu menghempas impian El Real untuk bisa lolos dari babak 16 besar UEFA Champions League (UCL). Ya selama 6 musim El Real selalu gagal melangkah ke babak perempatfinal. Padahal dalam rentang 6 musim tersebut pemain-pemain bintang silih berganti menghuni klub asal ibukota Spanyol tersebut.

Jubilant Madrid breeze past Lyon
Berbekal pengalaman pahit tersebut tentu saja Madrid tidak mau mengulanginya lagi untuk yang ketujuh kali. Persiapan-persiapan terus dilakukan apalagi mereka akan menghadapi Lyon, lawan mereka di pertandingan kedua babak 16 besar UCL dan lawan inilah yang musim lalu menyingkirkan El Real.

Setelah hasil imbang yang meyakinkan di Stade de Gerland dua minggu lalu, El Real tentu harus bisa memanfaatkan laga kandangnya meskipun bisa jadi hal itu mustahil karena kutukan 6 musim masih saja membayangi. Namun apa yang terjadi dinihari tadi sungguh berbeda.

Dalam pertandingan itu tanpa dinyana Real Madrid mampu menghancurkan Lyon 3-0 dan membalaskan beberapa kekalahan mereka jika bertemu klub asal Perancis ini sejak beberapa tahun lalu. Adalah Marcelo, Karim Benzema, dan Angel Di Maria menjadi pahlawan kemenangan armada Santiago Bernabeu tersebut.

Di awal-awal pertandingan Madrid untuk bisa mengamankan hasil yang sebenarnya cukup butuh hasil seri saja karena produktivitas tandangnya mengambil insiatif serangan. Berulang kali anak-anak asuhan Jose Mourinho itu mengincar gawang Lyon yang dikawal oleh Hugo Lloris. Tetapi, barisan pertahanan Lyon yang dikomandoi oleh Cris dan Reveirre cukup terlalu tangguh untuk El Real yang menggantungkan serangan pada Mezut Oezil. 

Begitu juga Lyon. Klub berjuluk Les Gones itu juga beberapa kali mengancam gawang Madrid yang dikawal oleh Iker Casillas. Tetapi, ketangguhan Casillas serta barisan belakang Madrid yang dihuni oleh Sergio Ramos dan Ricardo Carvalho serta Pepe cukup mumpuni menghalau serangan.

Adalah Marcelo, sang bek sayap yang tiba-tiba menusuk dari dari kiri dan melaju ke tengah. Usai berumpan satu-dua dengan Christiano Ronaldo yang dinihari tadi main meski tak maksimal akibat habis sembuh dari cedera pria berkebangsaan Brasil tersebut mengecoh barisan belakang Lyon dan menendang bola ke gawang. Meski sempat terbentur tangan Hugo Lloris bola masuk ke gawang. Skor pun berubah menjadi 1-0 pada menit ke-37.

Setelah itu Madrid giat menambah serangan namun skor 1-0 tetap bertahan hingga pertandingan babak pertama berakhir.

Di babak kedua dominasi Madrid kian kentara. Melalui sang pengatur serangan, Mezut Oezil klub terbaik dunia abad ke-20 berhasil menggandakan keunggulan lewat striker yang ironisnya mantan punggawa Lyon, Karim Benzema pada menit ke-66 menerima umpan Oezil yang sebelumnya berawal dari kesalahan barisan belakang Lyon yang dimanfaatkan oleh Marcelo.

Unggul 2-0 Madrid terus menambah serangan. Hasilnya pada menit ke-76 gelandang internasional Argentina, Angel Di Maria merambah keunggulan menjadi 3-0 usai menerima umpan kembali dari Oezil yang bermain cukup baik sebagai pengatur serangan. Keunggulan tersebut bertahan hingga pertandingan usai dan Madrid pun melaju sebab unggul agregat 4-1.

Kembalinya Madrid ke perempatfinal setidaknya seperti melihat bahwa sang raja seperti hendak lahir kembali meskipun nanti ada lawan berat yang menanti. Yang jelas keadaan yang demikian akan membuat sang raja untuk meraih mahkotanya yang hilang sejak 2002.

Rabu, 16 Maret 2011

Menang-Kalah-Menang: Review klub-klub Indonesia di Pertandingan Kedua Asia

Hari ini memunculkan dua perasaan. Kecewa dan senang. Dua perasaan itu tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang menulis blog ini melainkan ada kaitannya dengan performa klub-klub asal Indonesia yang sedang berlaga di Asia. Tentu menjadi sebuah kebanggaan dalam satu hari disiarkan dua siaran langsung pertandingan dari dua ajang antarklub yang berlaku di Asia namun beda kasta. Yang satu adalah AFC Champions League atau ACL. Yang satunya lagi adalah ajang AFC Cup atau Piala AFC. Dilihat dari segi prestisiusnya, ACL-lah yang mengandung sifat tersebut.

Rabu sore tadi boleh dibilang kita bisa menyaksikan langsung secara gratis penampilan klub-klub negeri ini dalam meladeni klub-klub dari negara lain dalam satu benua. Adalah Arema Indonesia dan Persipura yang mendapat kesempatan tersebut. Arema sebagai juara Liga Super musim kemarin memang mendapat kehormatan untuk bisa tampil di ajang seprestisius ACL sedangkan Persipura yang hanya sebagai runner-up cuma mendapat jatah berlaga di ajang kelas duanya Asia.

Tentu saja perhatian saya lebih ditujukan kepada Arema yang akan menjamu wakil Korea Selatan, Jeonbuk Motors. Sebelum pertandingan saya berharap dan yakin Arema bisa menang mengingat mereka main di kandang sendiri di Kanjuruhan dan juga dua minggu sebelumnya mereka mampu mengimbangi permainan klub asal Jepang, Cerezo Osaka meski kalah di Osaka. Apalagi beberapa jam sebelum pertandingan saya melihat berita bahwa wakil Indonesia lainnya dan juga sama-sama berjuang di piala AFC, Sriwijaya FC menang tipis 2-1 atas TSW Pegasus di Hongkong. Adalah gol dari Keith Jerome Gumbs serta Claudiano "Diano" Alves yang membuat laskar Wong Kito bisa unggul atas lawannya.

Namun, ada kabar tidak sedap menjelang pertandingan Arema versus Jeonbuk ini. Permasalahan internal klasik seperti gaji mengganggu persiapan tim. Permasalahan ini sudah muncul dua minggu yang lalu usai tim pulang dari Osaka dan hendak ke Jayapura. Akibat manajemen ingkar janji para pemain mogok sehingga persiapan tim untuk melawan Persipura terganggu. Dengan keadaan yang demikian menjadi wajar Arema dihajar Persipura 6-1. Permasalahan yang demikian belum juga usai hingga akhirnya manajemen turun tangan dengan memberikan materai perjanjian pembayaran gaji. Terlihat masalah sepertinya selesai namun pada kenyataannya belum.

Sempat diganggu isu pemogokan pemain, Arema akhirnya melakoni juga laga keduanya. Saya berpikir mereka bagaimanapun harus tetap profesional. Namun profesional tinggal profesional kalau urusan perut belum dituntaskan. Arema pun main dengan loyo dan tanpa semangat meskipun didukung Aremania. Bermain dengan cara seperti itu pada akhirnya membuat mereka kebobolan dan babak pertama berakhir 1-0 untuk tim tamu.

Babak kedua permainan Arema perlahan mulai berubah. Disinyalir perubahan dikarenakan adanya pembayaran saweran dari suporter setia mereka, Aremania. Beberapa kali tim asal Malang ini menciptakan peluang dan berharap bisa memenangkan pertandingan. Sayang, para pemain Arema tidak menyadari kelemahan fisik yang mulai menghinggapi dan akhirnya 3 gol tambahan mulai bersarang kembali di gawang Kurnia Meiga dari pertengahan hingga akhir babak kedua. Saya yang melihat justru kecewa berat. Arema yang saya lihat bagus di Osaka malah melempem di kandang sendiri.

Karena kecewa saya berusaha mengganti ke saluran lain yang menyiarkan juga pertandingan antara Persipura versus East Bengal. Tadinya saya sempat kecewa juga karena pertandingan diundur satu jam akibat hujan namun kekecewaan saya sempat terbalas begitu pertandingan bisa dimainkan dan Persipura bermain ciamik. Tim Mutiara Hitam tanpa ampun membantai tamunya dari India dengan skor 4-1 lewat gol Titus Bonay, Boaz Solossa, Stevie Bonsapia, dan Lukas Mandowen. Yah, penampilan ciamik Persipura setidaknya mengobati kekecewaan karena melihat Arema.

Lalu dari hasil-hasil yang didapat wakil-wakil Indonesia di Asia saya berpendapat bahwa tim-tim Indonesia mungkin lebih baik dan bagus tampil di Piala AFC sebab kontestan-kontestan yang bertarung di dalamnya mempunyai kekuatan yang di bawah atau setara sedangkan di ACL terlihat mustahil mengingat para kontestan didominasi oleh kekuatan-kekuatan utama sepakbola Asia. Piala AFC meskipun sifatnya kelas dua tetapi bisa menjadi ajang pembelajaran sebelum melangkah ke ajang yang lebih prestisius.

Harapan Itu Masih Ada (Italia)!

Italia sekali lagi boleh bernapas lega setelah sempat pesimis dengan gugurnya dua wakil mereka di UEFA Champions League (UCL), AC Milan dan AS Roma pada pekan kemarin kini mereka bisa berharap bahwa nafas negeri Pizza itu masih ada di Eropa.

Inter Milan-lah pelakunya. Sebagai satu-satunya wakil dari Italia tentu saja beban berat tersemat pada klub berjuluk Nerrazurri tersebut. Bagaimana tidak selain sebagai the only one from Italy Inter juga mengusung misi yang teramat berat ketika harus bertandang ke kandang Bayern Muenchen, Allianz Arena pada leg kedua babak 16 besar dinihari tadi. Misi berat tersebut terjadi karena di pertemuan pertama di kandang Inter sendiri, La Beneamata justru takluk oleh gol telat Mario Gomez menjelang pertandingan babak kedua berakhir. Apalagi di kandang, Muenchen cukup bisa percaya diri untuk mendulang kemenangan.

Terlihat ketika pertandingan berjalan asa Inter untuk menyamakan agregat terbuka lebar ketika striker internasional Kamerun mereka, Samuel Eto'o bisa menjebol gawang FC Hollywood dengan cepat di menit ke-4. 

Namun usai gol tersebut, Muenchen seperti halnya tim-tim Jerman yang mempunyai semangat diesel dan pantang menyerah mampu membalikkan keadaan. Lini belakang Inter yang diserang terus-menerus akhirnya kedodoran dan jebollah gawang Inter yang dipawangi Julio Cesar oleh Mario Gomez dan Thomas Mueller pada menit ke-21 dan 31. Kedudukan agregat berubah menjadi 3-1. Harapan Inter untuk melenggang mulus ke perempatfinal sepertinya akan pupus.

Namun, nasib berkata lain. Sang juara bertahan malah tidak menyerah dan terus melakukan serangan hingga akhirnya muncullah gol-gol di babak kedua lewat Wesley Sneijeder dan Goran Pandev sebagai penyelamat pada menit 63 dan 88. Agregat pun berubah menjadi 3-3 namun karena produktivitasnya lebih unggul dalam gol tandang Inter akhirnya lolos.

Keadaan yang tidak disangka-sangka ini tentu saja membuat terkejut semua pihak bahkan tiga awak Inter sekalipun, Esteban Cambiasso, Thiago Motta serta Julio Cesar. Cambiasso menyatakan puas sedangkan Motta, gelandang Italia keturunan Brasil menyatakan lolosnya Inter adalah kebanggan Italia dan Cesar sempat menyatakan menangis dan meninggalkan lapangan karena gawang dijebol terus sebelum dia menyatakan kegembiraannya setelah Pandev menjadi penyelamat. Bagi pelatih Leonardo sendiri kemenangan ini juga berkat campur tangan Tuhan.

Apapun itu sekali lagi Italia masih bisa bernapas lega meskipun nanti di babak perempatfinal ada lawan berat yang sudah dipastikan menanti.

Sabtu, 12 Maret 2011

Tottenham Hotspur: Kisah Sukses Sang Debutan

Babak 16 besar  UEFA Champions League (UCL) leg kedua minggu pertama telah berakhir. Seperti telah diketahui 2 klub Italia (Roma dan Milan) tersingkir sedangkan 1 klub dari Spanyol (Barcelona), Inggris (Tottenham Hotspur), Jerman (Schalke) dan Ukraina (Shaktar) melaju ke perempatfinal untuk menunggu lawan entah itu dari yang berada di minggu kedua atau malah minggu pertama.

Namun dari klub-klub tersebut ada satu yang harus diperhatikan yaitu, Tottenham Hotspur. Klub berjuluk the spurs atau lilly whites ini untuk pertama kalinya dalam sejarah keikutsertaan mereka di ajang elit antarklub Eropa ini. Padahal ini adalah tahun pertama mereka ikut serta dan berstatus sebagai debutan.

Ketika klub asal London ini berhasil memasuki babak utama UCL usai menundukkan Young Boys dari Swiss tak banyak yang memperhitungkan mereka mengingat mereka adalah debutan alias belum banyak pengalaman. Apalagi ketika itu the spurs ditempatkan satu grup bersama dengan juara bertahan Inter Milan dan Werder Bremen yang jelas-jelas lebih berpengalaman. Namun, semua itu rontok ketika klub asuhan Harry Redknapp ini malah melaju kencang dengan menghabisi semua lawan termasuk Inter Milan. Setelah itu mereka melaju ke babak kedua dan klub Milan lainnya, AC Milan juga dihentikan.

Banyak orang melihat bahwa the spurs tak ubahnya seperti klub-klub medioker di Inggris mengingat prestasi mereka tak begitu berkilau apalagi jika ditarik pada tahun-tahun sebelumnya. Namun, itu hanya pada tampilan luar saja. Klub ini boleh dikatakan diisi oleh pemain-pemain yang sudah kenyang dengan pengalaman-pengalaman internasional sebut saja kiper Heurelho Gomes, bek William Gallas, gelandang Rafael van der Vaart serta striker jangkung Peter Crouch. Belum lagi ditambah dengan kehadiran sang superstar Gareth Bale yang disebut-sebut sebagai titisan Ryan Giggs. Dan boleh dibilang juga hampir semua pemain Spurs baik lokal atau asing berstatus pemain nasional.

Keberadaan mereka jelas membantu performa klub serta pelatih Harry Redknapp. Pelatih yang disebut-sebut sebagai pengganti Fabio Capello di timnas Inggris ini sebenarnya tidak punya pengalaman sama sekali di Eropa mengingat ini adalah ajang pertamanya. Akan tetapi kemampuannya untuk mengatur strategi bermain serta memanfaatkan para pemain yang sudah kenyang pengalaman internasional membuat ia tak begitu canggung untuk melakukan debutnya.

Masa depan yang cerah seperti sedang menaungi wakil London ini. Para pemain berharap the spurs melaju hingga ke final tidak peduli siapa itu lawannya termasuk Barcelona. Namun, jikalau the lilly whites langkahnya hanya terhenti sampai perempatfinal tetap saja itu akan dicatat sebagai pencapaian yang memukau sebab sangat jarang sekali ada klub debutan mampu melangkah begitu jauh.

Sabtu, 05 Maret 2011

Budak Malay Bawa Menang Pelita

Keinginan Safee Sali sepertinya tidak sia-sia. Usai bisa memperkuat salah satu klub di Indonesia, Pelita Jaya demi mengasah karirnya ia juga mencetak gol perdananya dalam debutnya yang cukup mengagumkan di putaran kedua Liga Super Indonesia musim ini. Dalam pertandingan membela Pelita melawan Sriwijaya sore tadi di Karawang, pemain bernama lengkap Mohammad Safee bin Mohammad Sali  ini langsung dipasang sebagai starter di lini depan.


Hasilnya cukup terlihat. Berulang kali pemain bertubuh gempal ini melakukan beberapa ancaman melalui sundulan dan akselerasi. Sayang, belum menemui sasaran. Barulah di menit ke-62 babak kedua akhirnya mantan pemain Selangor FC itu bisa juga menjebol gawang Sriwijaya yang dikawal Ferry Rotinsulu setelah menerima bola rebound dari bek SFC, Bobby Satria yang dalam pertandingan tadi tampak kewalahan menjaga pergerakan topskor piala AFF ini.

Gol tunggal si budak Malay pada akhirnya membawa kemenangan tipis 1-0 Pelita atas tamunya dan membuat Pelita untuk sementara berada di posisi ke-13.

Jumat, 04 Maret 2011

Mexican Domination in Concacaf Champions League Stage

Emanuel Villa of Cruz Azul celebrates his scored goal against QueretaroMonterrey beat Toluca meanwhile Cruz Azul crashed Santos Laguna. That was the circumstances of 2010-2011 Concacaf Champions League’s quarterfinals. Monterrey will meet Cruz Azul in the semifinals and therefore the Mexican side would have placed both them in the finals. All four come from Mexico and showed us the domination of the sombrero in this stage.


Recent years, Concacaf Champions League as the highest interclub championship in concacaf zone (North American, central, and Carribean) is always dominated by these teams. This domination is established in 2008. In recent two finals there were all Mexican finals namely in 2008-2009 and 2009-2010 season and in 2009-2010 seasons all semifinal tickets were booked by Mexican. Therefore the Mexican always delegate Concacaf zone in FIFA World Cup club.

The domination of the Mexican in this stage is understandable if we give an attention for the football situation in Concacaf zone. Mexico either national team or club is the best representation of this zone. We have known that Mexican national team is one of team that all football fans give a respect and of course this national team have a legend stars such as Antonio Carbajal or Hugo Sanchez and currently they have a shining star, Javier “chicarito” Hernandez who are playing in Manchester United.

And the Mexican club is the best representation too in this zone. They come from the best league in Concacaf, Mexican Primera Division. The league by the IFFHS ranked 12 in the world. The atmosphere and professional organization which held by the Mexican makes this league so popular for themselves and be an example for other concacaf nations such as United States which has a MLS.

In Concacaf Champions League a privilege rights is owned by the Mexican. They could be delegated by 4 teams. Besides Mexican, United States has it too. However for the best performance the Mexican always has it. In out of concacaf, they played in South America’s Copa Libertadores as invitee teams. (Many people are considering that the Mexican (national team of club) is the latino’s team which trapped in concacaf). Their performance in the competition which always is a competitor for UEFA Champions League always makes a surprise. One of their clubs, Chivas Guadalajara could reach the final in past year.

And now the domination maybe is still ongoing although in other semifinals there are Real Salt Lake from USA and Deportivo Saprissa from Costarica. One of them maybe could stop this in final but I don’t think so. Well, maybe we are boring but we have to realize too a situation in concacaf zone.





Rabu, 02 Maret 2011

Welkom van Beukering!

Entah benar atau tidak seperti yang dilansir oleh banyak situs seperti radio nederland wereldomroep salah satu pemain Belanda keturunan Indonesia dan juga calon naturalisasi, Jhonny van Beukering bergabung dengan salah satu klub di Indonesia, Pelita Jaya tanpa disebutkan berapa nilai kontraknya.

Usai putus kontrak dengan salah klub elit Belanda, Feyenoord, van Beukering memutuskan untuk coba berkarir di Indonesia sekaligus memantapkan niatnya untuk menjadi pemain timnas Indonesia. Ia sendiri tidak ambil pusing dengan permainan keras di Indonesia karena sudah terbiasa menghadapinya. Di Pelita dikabarkan ia dikontrak 3 tahun.

Tentu saja bagi Pelita ini sebuah keberuntungan setelah sebelumnya berhasil mendatangkan striker asal Malaysia, Safee Sali. Apalagi van Beukering benar-benar menyatakan niatnya untuk bisa mengangkat Pelita dari jurang degradasi.

Apa pun itu, Welkom van Beukering!

Seri dan Kalah: Pemandangan 3 klub Indonesia di Partai Pertama Ajang Asia

Kalah namun permainan cukup lumayan. Itulah yang ditunjukkan oleh Arema FC pada AFC Champions League 2011 ketika melawan Cerezo Osaka. Di luar dugaan, Arema yang bakal menjadi bulan-bulanan tim asal Jepang itu malah menampilkan permainan yang bisa mengimbangi Cerezo. Meski kalah skill dan kualitas tetapi tidak ada kata untuk Arema menyerah meski tertinggal lebih dahulu sebelum bisa menyamakan lewat 12 pas oleh Noh Alam Shah namun karena lengah tertinggal lagi.
acl2011_cerezo_arema_action_3x2

Itu hanya gambaran tentang nasib tim asal Indonesia seperti Arema yang menjadi satu-satunya wakil negeri ini di AFC Champions League, kompetisi nomor satu di Asia. Lalu bagaimana dengan Sriwijaya dan Persipura?
Kedua klub tersebut bersaing di kompetisi di bawahnya, piala AFC. Ajang ini sebenarnya adalah ajang yang boleh dikatakan hampir kekuatan semua klubnya merata dan setara dan tentu saja keikutsertaan wakil-wakil Indonesia di sini lebih diharapkan daripada di ajang di atasnya.

Hanya kesialan menimpa Sriwijaya. Bermain di kandang sendiri malah harus tertahan saat melawan VB Sports yang kekuatannya di bawah klub asal Palembang tersebut sedangkan Persipura cukup beruntung bisa menahan imbang klub kuat asal Hongkong, South China di kandangnya. Dalam pertandingan itu Persipura unggul terlebih dahulu lewat Boaz Solossa sebelum disamakan penyerang tuan rumah, Siu Ki Chan.

Kelihatannya tidak buruk terutama untuk Arema yang mampu berjuang sekuat tenaga untuk berusaha tidak dijadikan bulan-bulanan. Namun, amat disayangkan saja Sriwijaya gagal memetik poin di kandang sedangkan Persipura bagi mereka itu sudah cukup. Tentu saja kita berharap semoga ketiga klub ini mampu berbicara lagi di partai-partai berikutnya tentunya dengan kemenangan.