BLOGGER TEMPLATES AND Friendster Layouts »
Powered By Blogger

Latest Photos

Latest News

Rabu, 21 Juli 2010

Gefeliciteerd, van Dijk!

Akhirnya  ada 1 pemain keturunan Indonesia yang bakal membela tanah leluhurnya sendiri. Dialah Sergio van Dijk. Pemain Belanda keturunan Indonesia yang tengah bermain di A-League bersama Adelaide United ini bersedia membela timnas Indonesia. Hal itu disampaikan kemarin (20/10) oleh van Dijk sendiri dalam sebuah perjanjian naturalisasi antara van Dijk dan PSSI.

Van Dijk mengutarakan niatnya untuk membela Indonesia karena merasa punya kedekatan. Ia sendiri mempunyai kakek, bapak, dan ibu dari Maluku. Kakeknya sendiri bekas KNIL dan ke Belanda pada tahun 1950-an. Dasar itulah yang dipakai van Dijk untuk mau bergabung dengan timnas. Gayung pun bersambut, PSSI juga menyetujui. Hanya saja sekarang permasalahannya adalah kewarganegaraan. Van Dijk sendiri ogah melepaskan kewarganegaraan Belandanya sebab ia mempunyai istri dan anak di Belanda. Hukum di Indonesia dan Belanda cukup berbeda. Di Indonesia hanya mengenal satu kewarganegaraan. Akan tetapi, PSSI berjanji akan menyelesaikan masalah tersebut agar proses naturalisasi lancar.

Lepas dari itu semua, kedatangan topskor A-League dengan 27 gol itu seperti memberi angin segar untuk persepakbolaan Indonesia khususnya timnas. Setelah ini PSSI juga akan berusaha mencari lagi pemain-pemain keturunan yang masih ada di luar negeri. Namun, alternatif ini tidak boleh sebatas di sini saja dan harus ada pembuktian yaitu prestasi yang diidam-idamkan masyarakat Indonesia.

Untung saja juga van Dijk bukan tipe pemain macam-macam. Ia katanya rela dibayar dengan sepiring nasi goreng untuk gajinya. Apapun itu, gefeliciteerd van Dijk!

Selasa, 13 Juli 2010

Keheranan akan Spanyol

Spanyol juara dunia. Entah apa yang ada di pikiran tiap orang. Heran, takjub, tak percaya pasti iya. Namun, saya memilih untuk heran ketika tahu malah negeri Iberia ini yang menjadi juara. Saya heran bukan karena Spanyol bisa mengalahkan Belanda. Saya heran kok bisa ya Spanyol? Kalau Belanda yang juara sih saya tidak akan heran karena Belanda sudah seringkali di final walau tidak pernah juara (sialnya!). Tetapi untuk Spanyol jelas. Baru pertama kali tampil di final langsung juara. Kali ini keheranan saya akan bercampur aduk dengan rasa yang fantastis.
Baiklah, mengapa saya heran. Kita lihat dulu tentang performa Spanyol di tiap Piala Dunia. Untuk itu ada baiknya kita melihat ke era 70, 80, dan 90-an. Era ketika Piala Dunia mulai dikenal banyak masyarakat dunia termasuk di Indonesia karena mulai disiarkan ke televisi.
Pada era-era ini kutub sepakbola dunia dikuasai oleh berbagai negara yaitu, Brasil, Jerman, Italia, Argentina, Inggris, dan Belanda. Mengapa? karena pada era-era ini beberapa negara tersebut bermain dengan ciri khasnya masing-masing. Inilah yang akan selalu diingat para penggila sepakbola dunia. Selain itu tentu saja tiap tim memiliki skuad yang mumpuni. Semisal Brasil dengan gaya bermain Jogo Bonito, Jerman dengan diesel-nya, Italia dengan cattenaccio-nya, Argentina dengan tango-nya, Inggris dengan kick and rush-nya, dan Belanda dengan totaal-voetbal-nya. Dari dominasi tim-tim tersebut yang paling sering diharapkan publik sepakbola dunia untuk mendobrak dominasi adalah Perancis. Mengapa? karena di tim inilah bercokol 3 pemain terbaik yaitu, Michel Platini, Jean Tigana, dan Luis Fernandes. Perancis pun dikenal memainkan antara gaya latin dan eropa. Gaya itu yang kemudian membuat Perancis menjadi juara yang sudah diharapkan sejak lama.  Hal-hal inilah yang membuat setiap Piala Dunia digelar orang-orang termasuk saya tidak akan pernah jauh-jauh dari tim legendaris itu untuk menjadi juara.

Lalu bagaimana dengan Spanyol? ketika sepakbola dunia didominasi oleh negara-negara tersebut pada era 70 hingga 90-an, Spanyol malah tenggelam. Timnas mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Selalu mengecewakan. Bahkan penampilan tertinggi mereka hanya pada perempatfinal dan malah kebanyakan babak kedua. Hal itulah yang membuat Spanyol sangat jauh untuk dijagokan.

Berbicara Spanyol lantas bukan membicarakan timnasnya tetapi klub-klubnya yang merajai Eropa dan dunia. Ingat hanya klubnya! Terlihat ironis.

Memang Spanyol agaknya terlambat dalam memajukan timnasnya. Sekarang coba tanyakan pada setiap orang di dunia siapa sajakah pemain Spanyol yang mereka kenal pada era-era ketika sepakbola dunia masih dikuasai negara-negara lama? Saya saja ketika berpikir tentang itu agak bingung. Rasanya tak ada namun saya sempat mencatut sebuah nama: Emiliano Butragueno. Selain itu. Tak ada. Setiap orang akan mengatakan tentunya Brasil punya Pele sebagai legenda, Belanda ada Cruyff, Argentina punya Maradona, Jerman Beckenbauer, Inggris Lineker,  Italia Rossi, dan Perancis Platini. Spanyol? kalau hanya Butragueno saja rasanya saya mengatakan dia bukan pemain legendaris. Dia legendaris di Spanyol tetapi bukan di dunia. Dunia tidak kenal dia.

Dunia baru mengenal pemain-pemain Spanyol pada era 90-an. Satu per satu sebut saja Raul Gonzales, Luis Enrique, dan Fernando Hierro. Akan tetapi mereka hanya sebatas dikenal di klub karena prestasi bukan timnas. Saya melihat ini sebagai era Spanyol mulai membuka diri. Lantas setelah itu mulai bermunculan nama-nama beken seperti Xavi Hernandez, Sergi Barjuan, Iker Casillas, Santiago Canizares hingga kemudian Fernando Torres dan David Villa.

Kalau saya ingin berbicara lagi tentang Spanyol berawal dari keheranan saya jujur saya ingin mengatakan sebenarnya sepakbola bukanlah yang terpopuler di negeri Iberia ini. Kelihatannya memang populer karena ada namanya La Liga Primera de Futebol sebagai kompetisi sepakbola bergengsi. Namun, itu hanya di luar saja. Hal ini dikarenakan prestasi timnas Spanyol yang tidak masuk hitungan sebelum 2010. Orang-orang Spanyol lebih menyukai timnas basketnya yang pernah juara dunia pada 2006. Di situ ada Pau Gasol. Lalu juga di tenis, cabang ini sering sekali menghasilkan prestasi karena ada Rafael Nadal. Di Formula 1 ada Fernando Alonso dan di balap sepeda ada Alberto Contador. Kalau cabang-cabang yang dianggap minor bisa mengapa yang mayor payah? Itulah yang sering muncul di pikiran orang-orang Spanyol mengenai timnas mereka di sepakbola. Bahkan jika Piala Dunia datang tak pernah mereka berharap timnasnya menang untuk meraih juara. Buat mereka itu seperti mimpi. Tapi, kali ini mereka tidak bermimpi karena Spanyol juara dan menjadi penguasa dunia.

Spanyol memang telat dalam segalanya. Telat tidak dimasukkan dalam tim-tim legendaris masa modern dan menjadi tim yang pasca-modern. Telat karena perkembangan sepakbola yang stagnan disertai juga dengan konflik di dalam negeri semasa negeri ini dikuasai Franco yang pada akhirnya membuahkan konflik separatis di Katalonia dan Baskiyah (semoga dengan Spanyol juara isu separatis semakin berkurang). Telat karena masyarakatnya terpecah-belah dan lebih menonjolkan kesukuan daripada identitas ke-spanyol-an.

Namun sepertinya itu akan menjadi masa lalu saja karena Spanyol sudah juara dunia. Juara dunia baru. Baru karena baru pertama kali tampil di final dan semifinal sebelumnya. Ini  sekali lagi memang bukan mimpi. Tetapi, tetap saja saya heran.

Senin, 12 Juli 2010

14 yang Unik di Afrika Selatan 2010

Setiap penyelenggaraan Piala Dunia pasti akan memunculkan sesuatu yang unik. Piala Dunia Afrika Selatan 2010 yang baru saja berakhir juga demikian. Apa saja keunikan itu?

  1. Vuvuzela. Terompet khas masyarakat Afsel. Meskipun sempat mengundang kontroversi karena begitu bising tetap saja vuvuzela akan meninggalkan kesan bagi siapa pun karena hanya ada di Afrika Selatan.
  2. Jabulani. Bola resmi Piala Dunia yang sering dikeluhkan para pemain dan pelatih karena terlalu ringan. Pemberitaannya sama populer dengan pemberitaan pertandingan-pertandingan di Afsel. Gara-garanya NASA pun sampai turun tangan.
  3. Timnas Afsel. Baru kali ini ada tuan rumah tersingkir di babak pertama dan itu adalah Afsel. Agak mengecewakan karena seharusnya tuan rumah setidaknya sampai di babak kedua saja.
  4. Minim gol di partai-partai awal. Entah karena jabulani atau memang setiap tim lebih menyukai sesuatu yang pragmatis.
  5. Tersingkirnya Italia dan Perancis. Pada 2006 dua negara ini adalah juara dan runner-up namun pada 2010 malah jadi pecundang. Italia tersingkir karena lebih suka pemain tua. Perancis tersingkir karena masalah internal di dalam tim.
  6. Rawan bangku kosong. Rupanya pernyataan FIFA yang mengklaim bahwa penjualan tiket telah terjual 92% tak sesuai kenyataan. Dalam beberapa pertandingan tetap saja ada bangku kosong. Penyebab utama karena jarak yang begitu jauh dari satu kota ke kota lainnya serta kemacetan di jalanan.
  7. Blunder kiper. Banyak sekali blunder kiper di Piala Dunia. Entah karena Jabulani atau memang tidak sigap. Namun, yang paling terkenal adalah blunder Green.
  8. Melempemnya tim-tim Afrika. Ironis dan itu memang. Tim-tim Afrika yang diharapkan jadi tuan rumah di negeri sendiri malah tampil begitu paradoks. Banyak yang bilang kebanyakan dari pemain-pemain di tim bukan lagi bermain untuk tim tetapi untuk diri sendiri agar bisa dilirik klub-klub besar. Hanya Ghana yang mampu menunjukkan kualitas Afrika yang sebenarnya.
  9. Meledaknya pasukan muda Jerman. Awalnya pasukan muda ini tak begitu diandalkan namun setelah bisa menekuk Inggris dan Argentina, semua malah menjagokan. Meski kalah oleh Spanyol, prestasi juara 3 yang mereka peroleh cukup dijadikan bekal masa depan.
  10. Lambannya Belanda. Di tiap Piala Dunia orang akan memandang Belanda sebagai tim dengan total football. Tetapi, di lapangan kebalikannya. Meskipun sampai final tetap saja tim ini malah mengecewakan.
  11. Melajunya tim-tim Asia. Adalah Jepang dan Korea Selatan yang melakukannya. Meski hanya sampai babak ke-2 prestasi mereka sebagai wakil Asia cukup membanggakan.
  12. Paul. Ini bukan nama orang. Tetapi gurita yang menghuni akuarium bawah laut di Jerman. Gurita ini jadi bahan pembicaraan selama Piala Dunia karena prediksinya yang 100% benar. Saking benarnya, sampai-sampai ada yang kesal ingin menggorengnya.
  13. Bangkitnya Uruguay. Di masa lalu Uruguay adalah peraih 2 gelar Piala Dunia pada 1930 dan 1950. Namun, semenjak itu mereka malah kehilangan pamor dibandingkan Brasil dan Argentina, negara Amerika latin yang tetap menjadi unggulan dalam tiap Piala Dunia. Akan tetapi di Piala Dunia adalah kebalikannya. Pencapaian tertinggi sampai semifinal sejak 1970 dan meraih juara empat menjadikan tim ini patut diperhitungkan kembali. Dampaknya, salah satu pemainnya, Diego Forlan dinobatkan menjadi pemain terbaik turnamen.
  14. Lahirnya juara baru. Adalah Spanyol juara itu. Negara di semenanjung Iberia yang dalam tiap Piala Dunia jarang diperhitungkan karena penampilannya yang inkonsisten. Dengan berhasil menjadi juara, Spanyol kini sudah setara dengan tim-tim raksasa lainnya.

Ketika indah dan tidak sama saja....(potret Belanda di tiga final Piala Dunia)

Kekalahan Belanda atas Spanyol di final Piala Dunia 2010 adalah menjadi kekalahan yang ketiga negara tersebut di final Piala Dunia dan ini semakin menjadikan rasa penasaran Belanda atas trofi FIFA World Cup akan terus berlanjut. Belanda pertama kali menggapai final pada 1974 namun dikalahkan Jerman. Empat tahun kemudian Belanda berhasil lagi. Sayang, dikalahkan Argentina. Namun, ada yang perlu menjadi catatan dari dua final terdahulu.
Meskipun kalah, Belanda tetap disegani oleh para penggila bola. Ini dikarenakan permainan indah totaal-voetbal milik Belanda yang begitu mengesankan. Permainan indah itu yang bisa merontokkan negara-negara kuat macam Brasil dan Argentina di Piala Dunia 1974. Motor serangan permainan itu adalah Johan Cruyff. Cruyff pun pernah berujar seusai final menyesakkan 1974, "Sepakbola dengan hanya mengandalkan kemenangan takkan selamanya diingat, tetapi sepakbola dengan keindahan akan selalu diingat" Pernyataan dan kondisi itu yang membuat Belanda pada akhirnya dijuluki sebagai "Juara Tanpa Mahkota". Meskipun pada 1978 Cruyff tidak ada karena alasan politis, Belanda tetap mengesankan dan julukan itu tetap menyandang di Belanda.

Tetapi, agaknya situasi itu hendak ditepis oleh pelatih Belanda sekarang, Bert van Marwijk. Marwijk memang lebih menyukai permainan yang berimbang di semua lini. Ia memang melihat pada masa lalu ketika Belanda begitu gembar-gembornya menggunakan totaal-voetbal akan tetapi selalu saja kalah. Dengan totaal-voetbal pun Belanda pun cuma bisa meraih gelar Eropa 1988. Prestasi ini yang masih selalu dibangga-banggakan.

Van Marwijk memang tampaknya berhasil mengekspresikan keinginannya. Ia sudah tidak peduli dengan perkataan banyak orang termasuk sang legenda, Cruyff, yang pada akhirnya malah menjagokan Spanyol karena apa yang ditunjukkan Spanyol adalah sama ketika ia bermain dan melatih. Di babak kualifikasi Piala Dunia Belanda memang mulus bahkan lolos untuk menjadi negara Eropa pertama yang memastikan tempat di putaran final. Di putaran final, permainan Belanda terlihat membosankan. Lambat dan senang bertahan. Layaknya catenaccio ala Italia, Belanda hanya mengandalkan serangan balik. Akan tetapi, permainan ini tampak berhasil karena Belanda untuk pertama kalinya menjadi seimbang di semua lini. Bahkan, Brasil saja yang juga sama permainannya dengan Belanda tetapi masih mau bermain indah bisa digasak. Harapan pun muncul. Apalagi ketika melawan Uruguay.

Sayang, ketika melawan Spanyol yang notabene mengadaptasi permainan indahnya dari Belanda berkat Cruyff, Belanda rada bermain hati-hati bahkan keras. Beberapa pihak meyakini Belanda akan mengeluarkan kemampuan yang sebenarnya. Tetapi, di lapangan berbicara lain. Belanda cenderung bertahan dan bertahan dan hanya mengandalkan serangan balik. Permainan seperti ini tentu saja mengecewakan siapa pun termasuk yang mengharapkan Belanda masih bermain dengan totaal-voetbal-nya.

Pertanyaan pun muncul kembali usai kekalahan ketiga Belanda di final. Jika pada dua final sebelumnya Belanda kalah karena bermain indah lalu lantas dijuluki "juara tanpa mahkota" kemudian pada final ketiga ini apakah masih wajibkah julukan tersebut karena pada kenyataannya Belanda malah bermain kasar? Orang-orang Belanda pasti akan bertanya kembali kalau bermain dengan indah saja kalah apalagi bermain dengan tidak indah lalu mesti seperti apakah Belanda bermain?

Bangkitnya Imperium Spanyol

Piala Dunia 2010 akhirnya berakhir juga. Juara baru pun telah muncul. Adalah Spanyol yang memastikan diri menjadi negara ke-8 yang merengkuh trofi FIFA World Cup. Hasil itu terjadi usai Spanyol berhasil mengalahkan Belanda lewat sebiji gol Andres Iniesta di penghujung babak kedua perpanjangan waktu. Gol itu menjadi gol satu-satunya setelah sebelumnya banyak sekali peluang Spanyol untuk menghasilkan gol malah tak jadi kenyataan.

Spanyol memang dominan dalam pertandingan final itu. Dengan permainan indah tiki-taka mereka berusaha keras menembus pertahanan Belanda yang begitu kuat dan bahkan cenderung keras. Setidaknya 8 kartu kuning dan satu kartu merah adalah bukti untuk skuad de oranje yang pada partai final malah bermain bertahan ala Italia. Ini sesungguhnya bukan ciri khas Belanda yang selalu bermain menyerang total. Meski begitu Belanda juga memperoleh kesempatan lewat serangan balik. Tercatat Arjen Robben dua kali punya kesempatan di depan gawang. Sayang, gagal.

Spanyol memang pantas untuk menjadi juara dunia. Permainan indah mereka memang memukau walau terkadang itu harus dibayar mahal dengan pelanggaran keras yang kerap dialami para personelnya. Rupanya kemenangan dua tahun yang lalu di Piala Eropa masih berbekas di Spanyol dan akhirnya menular ke Piala Dunia meskipun dalam Piala Dunia ini langkah mereka rada tersendat di penyisihan grup.

Akhirnya Spanyol kini bisa disamakan dengan raksasa sepakbola dunia lainnya seperti Brasil, Italia, Jerman, Argentina, dan Perancis. Sebelum-sebelumnya Spanyol dalam peta sepakbola dunia hanya digolongkan sebagai negara menengah karena prestasinya yang tidak konsisten dan seimbang. Spanyol selalu unggul di babak kualifikasi tetapi melempem di turnamen yang sebenarnya. Ada juga yang mengatakan apa yang dialami Spanyol pada waktu itu adalah ironi karena berbeda dengan penampilan klub-klubnya di Eropa dan dunia. Namun, pada akhirnya semua bisa dihempas. Imperium Spanyol akhirnya bangkit lagi.

Jumat, 09 Juli 2010

Logo Piala Dunia 2014

Perkenalkan ini lambang untuk Piala Dunia 4 tahun mendatang di Brasil. Jika dilihat keseluruhan desain ini tampak sederhana daripada desain di Afrika Selatan yang begitu banyak warna. Desain ini saya pikir mengambil tema yang sudah menjadi keseharian di Brasil tentunya dari warna bendera Brasil sendiri dan juga warna kostum timnas mereka. Namun, ada yang patut dicermati. Coba lihat bentuk logo yang menyerupai trofi FIFA World Cup. Ini bisa diartikan Brasil begitu berambisi untuk juara apalagi di tanah mereka sendiri dan menjadikan trofi seolah-olah mengabarkan kepada kita adalah milik mereka sebelum dan sesudah turnamen dimulai.

Minggu, 04 Juli 2010

DUA TROFI PIALA DUNIA

Manakah dari dua ini yang artistik dan bernilai?