BLOGGER TEMPLATES AND Friendster Layouts »
Powered By Blogger

Latest Photos

Latest News

Senin, 12 Juli 2010

Ketika indah dan tidak sama saja....(potret Belanda di tiga final Piala Dunia)

Kekalahan Belanda atas Spanyol di final Piala Dunia 2010 adalah menjadi kekalahan yang ketiga negara tersebut di final Piala Dunia dan ini semakin menjadikan rasa penasaran Belanda atas trofi FIFA World Cup akan terus berlanjut. Belanda pertama kali menggapai final pada 1974 namun dikalahkan Jerman. Empat tahun kemudian Belanda berhasil lagi. Sayang, dikalahkan Argentina. Namun, ada yang perlu menjadi catatan dari dua final terdahulu.
Meskipun kalah, Belanda tetap disegani oleh para penggila bola. Ini dikarenakan permainan indah totaal-voetbal milik Belanda yang begitu mengesankan. Permainan indah itu yang bisa merontokkan negara-negara kuat macam Brasil dan Argentina di Piala Dunia 1974. Motor serangan permainan itu adalah Johan Cruyff. Cruyff pun pernah berujar seusai final menyesakkan 1974, "Sepakbola dengan hanya mengandalkan kemenangan takkan selamanya diingat, tetapi sepakbola dengan keindahan akan selalu diingat" Pernyataan dan kondisi itu yang membuat Belanda pada akhirnya dijuluki sebagai "Juara Tanpa Mahkota". Meskipun pada 1978 Cruyff tidak ada karena alasan politis, Belanda tetap mengesankan dan julukan itu tetap menyandang di Belanda.

Tetapi, agaknya situasi itu hendak ditepis oleh pelatih Belanda sekarang, Bert van Marwijk. Marwijk memang lebih menyukai permainan yang berimbang di semua lini. Ia memang melihat pada masa lalu ketika Belanda begitu gembar-gembornya menggunakan totaal-voetbal akan tetapi selalu saja kalah. Dengan totaal-voetbal pun Belanda pun cuma bisa meraih gelar Eropa 1988. Prestasi ini yang masih selalu dibangga-banggakan.

Van Marwijk memang tampaknya berhasil mengekspresikan keinginannya. Ia sudah tidak peduli dengan perkataan banyak orang termasuk sang legenda, Cruyff, yang pada akhirnya malah menjagokan Spanyol karena apa yang ditunjukkan Spanyol adalah sama ketika ia bermain dan melatih. Di babak kualifikasi Piala Dunia Belanda memang mulus bahkan lolos untuk menjadi negara Eropa pertama yang memastikan tempat di putaran final. Di putaran final, permainan Belanda terlihat membosankan. Lambat dan senang bertahan. Layaknya catenaccio ala Italia, Belanda hanya mengandalkan serangan balik. Akan tetapi, permainan ini tampak berhasil karena Belanda untuk pertama kalinya menjadi seimbang di semua lini. Bahkan, Brasil saja yang juga sama permainannya dengan Belanda tetapi masih mau bermain indah bisa digasak. Harapan pun muncul. Apalagi ketika melawan Uruguay.

Sayang, ketika melawan Spanyol yang notabene mengadaptasi permainan indahnya dari Belanda berkat Cruyff, Belanda rada bermain hati-hati bahkan keras. Beberapa pihak meyakini Belanda akan mengeluarkan kemampuan yang sebenarnya. Tetapi, di lapangan berbicara lain. Belanda cenderung bertahan dan bertahan dan hanya mengandalkan serangan balik. Permainan seperti ini tentu saja mengecewakan siapa pun termasuk yang mengharapkan Belanda masih bermain dengan totaal-voetbal-nya.

Pertanyaan pun muncul kembali usai kekalahan ketiga Belanda di final. Jika pada dua final sebelumnya Belanda kalah karena bermain indah lalu lantas dijuluki "juara tanpa mahkota" kemudian pada final ketiga ini apakah masih wajibkah julukan tersebut karena pada kenyataannya Belanda malah bermain kasar? Orang-orang Belanda pasti akan bertanya kembali kalau bermain dengan indah saja kalah apalagi bermain dengan tidak indah lalu mesti seperti apakah Belanda bermain?

0 komentar: