BLOGGER TEMPLATES AND Friendster Layouts »
Powered By Blogger

Latest Photos

Latest News

Sabtu, 15 Mei 2010

Antara Liga Super Indonesia dan Super League Malaysia



Dalam beberapa tahun terakhir ini seringkali kita berkonflik dengan negara tetangga kita yang katanya serumpun apalagi kalau bukan Malaysia (baca: Malingsia). Konflik itu terjadi disebabkan perilaku negara tersebut yang memang sombong sekali terhadap negara ini dan contoh nyatanya adalah perlakuan yang tidak semena-mena terhadap TKI atau malah klaim wilayah dan kebudayaan. Tentu saja konflik-konflik seperti itu sering terbawa dalam ranah olahraga sebut saja di bulutangkis atau sepakbola. Nah, di sepakbola kita masih bisa berbangga terhadap tim nasional kita baik itu di sepakbola konvensional atau di futsal untuk mengalahkan kesombongan negara tersebut. Contoh paling gres tentu keberhasilan timnas futsal menggasak negara tersebut 5-0 pada waktu di piala AFF lalu. Memang harus diakui bahwa kualitas permainan timnas kita masih jauh lebih baik daripada Malaysia yang memang selalu sulit mengalahkan kita.

Lalu bagaimana dengan liga sepakbola kedua negara?

Nah, kalau untuk liga sepakbola kita sendiri tentu kita sudah tahu bagaimana keadaannya. Tentu yang selalu diberitakan negatif walau sekarang ini sudah muncul positifnya. Tetapi, agaknya sulit memang melepas paradigma negatif tersebut. Namun jika kita melihat pada negara tetangga yang suka merampok, keadaan liga sepakbola di sana yaitu Super League Malaysia atau Liga Super Malaysia (mirip namanya dengan di Indonesia yang juga memakai Liga Super) berkebalikan dengan yang ada di tanah air. Suasana profesional mulai terasa dalam kompetisi yang dimulai sejak 2004 menggantikan M-League (Malaysian League) itu. Setiap klub hampir dipastikan mandiri dengan tidak berketergantungan terhadap anggaran daerah dan setiap klub mempunyai sponsor sendiri untuk menghidupi diri mereka sendiri. Stadion-stadion yang dibangun dan ada memang cukup representatif dan modern dan juga lebih mengedepankan keamanan penonton di tribun. Ini tentu beda dengan keadaan di tanah air yang stadion-stadionnya banyak yang amburadul sehingga mengakibatkan gesekan dan akhirnya jatuh korban. Selain itu, kerusuhan sepertinya sudah menjadi barang langka dan terlihat memang semangat kefederasian yang dimiliki tidak sefanatik di Indonesia. Sebab bila melakukan tindakan seperti itu otomatis yang akan menanggung pihak klub dan akibatnya kerugian yang ada. Beda dengan Indonesia kalau sudah kena sanksi atau denda tetap saja kerusuhan ada.

Suasana-suasana seperti itu yang kemudian membuat Super League Malaysia banyak didatangi para pemain asing yang boleh dikatakan amat berkualitas walaupun mirip di Indonesia melihatnya tidak langsung dari tempat asal tetapi melalui agen pemain. Super League Malaysia bahkan ketika masih bernama M-League malah sempat muncul dalam game FIFA buatan EA Sports. Tentu saja untuk masuk dalam game seperti itu berarti liga tersebut cukup baik representasinya.

Namun dalam beberapa tahun terakhir ini memang reputasi Super League Malaysia memang merosot tajam bahkan malah kalah oleh Liga Super Indonesia dalam hal rangking liga AFC. Perlu diketahui peringkat MSL berada di posisi 19 sedangkan LSI di posisi 8. Gradenya pun berbeda pula d dan b. Hal ini dikarenakan tidak semaraknya liga tersebut karena tidak adanya pemain asing yang sudah mulai dilarang bermain sejak 2009 dengan alasan untuk lebih mengembangkan pemain lokal. Hal ini juga dilakukan melihat prestasi timnas Malaysia yang semakin terpuruk usai penampilan yang memalukan pada piala Asia 2007. Sedangkan LSI malah semakin semarak dengan tetap adanya pemain asing khususnya dari benua asia dan limpahan penonton yang fanatik tetapi tidak sebanding dengan kapasitas stadion. Namun, walau tak semarak kebijakan itu akhirnya berbuah manis juga karena timnas jiran berhasil juara SEA Games di Laos sedangkan kita malah tersingkir oleh tim dari antah-berantah, Laos.

2 komentar:

JustMe mengatakan...

Tapi untuk supporter Indonesia pastinya lebih kreatif dan elegan

jagurdermuluk mengatakan...

Yap! Saya setuju dengan Anda. Makanya itu yang jadi penilaian positif AFC. Cuma memang harusnya itu diimbangi dengan spotifitas dan jangan saling mengejek atau membentuk koalisi. Kesannya kaya partai politik. Tapi yang main ya wong cilik! hahahaha