BLOGGER TEMPLATES AND Friendster Layouts »
Powered By Blogger

Latest Photos

Latest News

Kamis, 20 Mei 2010

Fanatisme sepakbola negatif (Holiganisme) di Indonesia dan dunia

Kita tentu semua tahu kalau kefanatikan dalam sepakbola bisa berujung positif dan juga negatif. Kalau positifnya kita akan terus mencintai klub atau timnas yang kita bela tersebut namun negatifnya adalah kebanggaan itu akan serta-merta berubah menjadi kebencian yang dalam dan akhirnya berujung kepada faham-faham sempit seperti rasisme, chauvinisme, fasisme dan sebagainya. Tentulah dalam dunia sepakbola yang seperti ini akan sering kita temukan.
Nah, dalam postingan ini saya ingin sekali mencoba memaparkan secara sederhana antara fanatisme sepakbola di Indonesia dan dunia ( baca:Eropa). Kita pun tahu semua juga tahu kalau di Eropa yang katanya empunya sepakbola dan merupakan pusat sepakbola modern ternyata belum bisa melepaskan diri dari yang namanya fanatisme berlebihan. Salah satunya holigan atau ultras yang memang merupakan momok dalam sepakbola hingga saat ini. Kelompok-kelompok yang sering menjadikan sepakbola bersifat negatif karena seringnya mereka melakukan ejekan bernada rasialis dan kerusuhan ketika sedang ada pertandingan. Toh, akibat dari itu semua terkena dampaknya mulai dari kerugian materil hingga jasmani.
Di Indonesia demikian halnya juga. Para suporter di sini sering menyanyikan lagu-lagu bernada rasialis dan kerusuhan sehingga yang ada pada sepakbola nasional adalah stigma yang terus-menerus negatif.
Nah, rupanya ada perbedaan antara fanatisme di dunia dan di Indonesia. Di dunia fanatisme itu ada kalanya berhubungan dengan faham-faham tertentu yang telah muncul pada abad ke-20 dan faham-faham itu memang digunakan juga oleh partai politik yang kebetulan salah satu pengurusnya memegang kendali klub atau suporter dan klub tersebut memang berorientasi pada partai politik tersebut. Faham-faham ini yang seterusnya akan dijadikan dasar untuk berfanatisme. Jadi, dalam artian kata politik memang benar-benar memegang kendali fanatisme di Eropa
Sedangkan di Indonesia fanatisme yang ada hanya sebatas pada semangat kedaerahan. Tak ada partai politik yang menunggangi kepentingan sepakbola di sini sebab kita tahu orang Indonesia itu alergi sama politik. Kerusuhan akibat fanatisme itu murni atas nama kelompok tanpa embel-embel faham-faham atau juga partai politik.
Melihat situasi di atas kita masih bersyukur bahwa holiganisme di Indonesia tak ditunggangi kepentingan partai politik manapun seperti halnya di dunia. Pada ranah ini kita rupanya masi bisa memisahkan antara kepentingan olahraga dan politik alias tidak bercampur-baur. Namun, tetap saja yang namanya holiganisme itu adalah merugikan dan harus dihilangkan.

0 komentar: