BLOGGER TEMPLATES AND Friendster Layouts »
Powered By Blogger

Latest Photos

Latest News

Selasa, 08 Juni 2010

Ironisnya sepakbola ASEAN

Berbicara mengenai sepakbola di kawasan Asia Tenggara atau ASEAN seperti membicarakan sepakbola yang terlihat mengecewakan. Maaf, ini bukannya maksud untuk meremehkan hanya saja jika melihat penampilan tim-tim ASEAN di ajang internasional sekarang ini seperti membuktikan hal tersebut. Pada Piala Asia 2011 nanti hampir dipastikan tak ada sama sekali wakil dari ASEAN baik itu dari Thailand, Indonesia, Malaysia, Vietnam, dan Singapura. Tentunya hal seperti itu seperti menjatuhkan sepakbola ASEAN yang tengah dibangun dan berkembang untuk menuju sepakbola profesional seperti sepakbola-sepakbola di kawasan Asia lainnya yaitu di Asia Timur dan Timur Tengah sehingga nanti bisa bersaing (hal tersebut sebenarnya tidak menjatuhkan seperti halnya kasus sepakbola gajah di Piala Tiger 1998 namun dalam konteks persaingan seperti menjatuhkan).

Ranah sepakbola ASEAN yang dimulai dari semenanjung Vietnam dan berakhir di Papua sejujurnya boleh dikatakan amat potensial untuk menjaring dan memasarkan bisnis sepakbola terutama salah satu negara yang berada di dalamnya, Indonesia malah dikatakan tepat untuk mendukung hal tersebut. Namun memang hal tersebut pada kenyataannya tidak didukung dengan pengelolaan manajemen yang baik dan infrastruktur yang memadai. Hal ini bisa kita lihat pada Indonesia. Negara kepulauan ini memang menjanjikan dalam meraih massa pendukung sepakbola terbesar bila melihat luas dan geografisnya. Apalagi hampir 50 persen orang Indonesia fanatik sepakbola. Sayang hal tersebut tidak begitu baik dimanfaatkan oleh para pengurus PSSI yang lebih mementingkan bisnis daripada keselamatan, kenyamanan, dan keamanan. Akibatnya, selalu saja muncul banyak kasus mulai dari kerusuhan, tribun runtuh dan mafia wasit.

Kasus mafia wasit pun juga selalu muncul di Vietnam. Dalam setiap pertandingan sepakbola di sana selalu saja ada permintaan untuk mengatur skor. Hal ini sempat terungkap dan menyebabkan para pelakunya harus menjalani hukuman. Akan tetapi, hal tersebut tetap kembali muncul dalam bentuk yang lain.

Di Thailand yang menjadi permasalahan adalah sedikitnya orang yang menonton sepakbola. Kontras dengan pemandangan di Indonesia. Hal ini yang menyebabkan AFC sempat memasukkan Thailand sebagai liga yang harus direstrukturisasi dalam hal penonton dengan tujuan penonton mau datang ke stadion. Di Singapura dan Malaysia hal serupa juga terjadi. Namun dalam kasus ini Singapura bisa berkelit karena mereka negara kecil dan wajar jika penonton jarang di stadion di Singapura yang kapasitas rata-rata adalah 2000 orang.

Untuk urusan peringkat di AFC Indonesia boleh berbangga karena Liga Super Indonesia berada di peringkat 8 dan menjadi liga ASEAN paling utama. Di peringkat terakhir ASEAN justru Liga Super Malaysia yang menyandangnya.

Namun dalam urusan tim nasional Singapura yang menjadi rajanya. Negara kecil ini adalah raja baru di dunia sepakbola Asia Tenggara. Dengan kekuatan pasukan naturalisasinya negeri Singa tersebut berhasil menjuarai Piala AFF dua kali berturut-turut (2005 dan 2006). Di FIFA pun peringkat Singapura menjadi yang terdepan disusul Thailand, Vietnam, Indonesia, dan Malaysia. Namun dalam rangking FIFA dan AFC terakhir (26 Mei 2010) Thailand kembali ke puncak dan Singapura berada di urutan kedua.

Bagaimana dengan prestasi tiap-tiap tim di ajang-ajang regional? Di AFF Singapura dan Thailand berbagi sama 3 gelar. Di ajang SEA Games Thailand paling banyak dengan 11 kali juara disusul Malaysia dan Indonesia (hanya di era SEAP Games Burma yang menjadi raja).

Prestasi yang sama juga diraih klub-klub Thailand jika berlaga di ajang antar klub Asia. Tercatat Thai Farmers Bank dan Bec Tero Sassana adalah klub-klub Thailand sekaligus Asia Tenggara yang pernah merasakan juara di kejuaraan antarklub Asia. Hal-hal tersebut yang semakin menegaskan bila sepakbola ASEAN akan selalu dikaitkan dengan Thailand. Di masa lalu juga demikian. Thailand selalu menjadi raja disusul Indonesia, Malaysia dan Myanmar. Bahkan Thailand pernah menduduki peringkat ke-3 di Piala Asia 1972.

Namun, sepakbola ASEAN hanya seperti sepakbola saja pada umumnya.  Industri sepakbola belum berjalan sama sekali. Terlihat sekali ada ketimpangan antara satu negara dan negara lainnya dalam pemerataan kualitas dan juga pengelolaan serta pembinaan. Setidaknya hal tersebut masih bisa diperbaiki asalkan kepentingan bisnis tidak harus selalu diutamakan.

0 komentar: