Über alles adalah kata yang selalu melekat pada tubuh timnas Jerman. Secara harafiah,über alles berarti di atas segala-galanya. Kata-kata ini diambil dari potongan lagu kebangsaan Jerman, Das Lied der Deutschen (harafiah: Lagu kebangsaan Jerman) yaitu pada bait pertama: Deutschland, Deutschland über alles, Über alles in der Welt yang berarti Jerman, Jerman di atas segala-segalanya, segala yang ada di dunia. Kata-kata tersebut kemudian dipolitisasi oleh pemimpin Jerman pada Perang Dunia ke-2, Adolf Hitler yang juga terpengaruh dengan istilah übermensch-nya Friederich Nietsche. Politisasi tersebut kemudian merebak ke seluruh bidang termasuk sepakbola yang lebih mengutamakan pemain-pemain asli Jerman yang tunduk kepada Hitler melalui salam Nazi. Hal tersebut dipertunjukkan Jerman ketika melakoni persahabatan dengan Inggris di era 30-an.
Pasca Perang Dunia über alles masih menjadi hal yang dominan terutama dalam memilih pemain yang harus asli Jerman walaupun rezim Nazi telah ditundukkan. Jadi, über alles sejatinya adalah semangat khas Jerman yang harus dipadukan dengan pemain-pemain asli Jerman. Namun, menjelang pertengahan 90-an paradigma itu perlahan-perlahan berubah seiring dengan masuknya beberapa pemain keturunan alias imigran seperti Mehmet Scholl, Maurizio Gaudino, dan Fredi Bobic. Di era 2000-an beberapa nama yang bukan asli Jerman muncul dan semakin merebak. Dimulai dari Paulo Rink, Gerald Asamoah, Miroslav Klose, Patrick Owomoyela, Lukas Podolski, David Odonkor, Kevin Kuranyi, dan Mario Gomez. Bahkan pada Piala Dunia 2010 ini skuad Jerman malah diisi banyak pemain-pemain keturunan termasuk beberapa nama baru seperti Dennis Aogo, Serdar Tasci, Jérôme Boateng, Sami Khedira, Mesut Özil, dan Cacau. Terlihat semakin berwarnalah skuad Jerman kali ini lebih daripada skuad pada 2006.
Berwarnanya skuad Jerman pada era-era tersebut disebabkan berubahnya pandangan masyarakat Jerman dalam menghadapi situasi sosial yaitu dengan banyaknya imigran-imigran dan kawin campur yang mulai merebak di Jerman. Tentu saja DFB-federasi sepakbola Jerman-tak menutup mata atas kemungkinan itu apalagi dengan bercermin pada banyak negara tetangga seperti Perancis dan Belanda yang sukses dengan pemain-pemain imigran yang berada di tubuh timnasnya (walaupun hingga detik ini prestasi yang didapat dengan adanya pemain-pemain imigran di tubuh timnas Jerman hanya sebatas pada runner-up Piala Dunia 2002, peringkat 3 Piala Dunia 2006, dan runner-up Piala Eropa 2008). Jadi, pada masa kini über alles hanya diartikan sebagai sebuah semangat yang melatari permainan timnas Jerman.
0 komentar:
Posting Komentar