Kekalahan telak Inggris dari Jerman pada babak 16 besar (27/6) kemarin semakin menambah kegagalan yang kesekian untuk tim berjuluk the three lions tersebut. Kegagalan yang pada akhirnya selalu diselingi beribu-ribu pertanyaan. Pertanyaan yang paling mendasar biasanya adalah mengapa Inggris selalu gagal padahal pemain-pemainnya dianggap mempunyai kualitas yang mumpuni apalagi beberapa dari mereka berasal dari klub-klub top Inggris seperti Manchester United, Chelsea, Arsenal, dan Liverpool. Siapa tak kenal Wayne Rooney, Frank Lampard atau Steven Gerrard? Semua pasti mengenal.
Kesalahan-kesalahan kemudian dicari-cari dan yang selalu menjadi korban adalah English Premier League, kompetisi sepakbola paling bergengsi di Britania dan juga dunia. Premier League selalu dituding menganaktirikan para pemain Inggris asli dan lebih senang memperkerjakan para pemain asing bahkan yang jenius. Pada awalnya, saya juga berpendapat demikian namun setelah membaca buku Soccernomics karya Simon Kuper dan Stefan Kzymanski, saya malah mempunyai pendapat lain. Jadi, apa yang menyebabkan Inggris selalu kalah?
- Pola pikir masyarakat Inggris yang yang rada berorientasi ke buruh. Ini dimulai dari Revolusi Industri yang terjadi di negara ini pada akhir abad ke-19. Buruh adalah komponen utama dalam susunan masyarakat Inggris yang membuat banyak wajah Inggris berubah menjelang ke masa modern. Buruh juga yang mempunyai pengaruh dalam setiap pertandingan sepakbola yang memang dikhususkan oleh mereka sehabis bekerja seminggu dengan gaji yang tidak menentu. Akibatnya, pola seperti ini kemudian menular pada tata cara pengelolaan klub sepakbola. Klub-klub sepakbola di Inggris biasanya lebih senang memperkerjakan staf-staf yang tidak berpendidikan tinggi sebab yang berpendidikan tinggi selalu saja dimusuhi atau dihalang-halangi.
- Pelatih dan pemain Inggris memang tidak jenius. Pernah mendengar pemain terbaik atau pelatih terbaik dunia dari negara ini? hampir-hampir kita tak pernah mendengarnya. Kenapa mereka bisa dikatakan seperti itu? dalam soccernomics dijelaskan banyak pemain dari Inggris yang sudah putus dengan pendidikannya pada usia 16 tahun dan kemudian memutuskan konsentrasi ke sepakbola. Hal ini tentu berbeda dengan kebanyakan pemain di negara lain yang terus meneruskan studinya sambil bermain sepakbola. Hal ini dikarenakan adanya anggapan bahwa sepakbola haruslah diselaraskan dengan pendidikan tinggi. Begitu juga dengan pelatihnya. Para pelatih Inggris rata-rata bukanlah pelatih yang jenius karena tak pernah menempuh pendidikan tinggi apalagi kepelatihan. Alih-alih mau jadi pelatih top malah sebaliknya. Kebanyakan dari mereka adalah bekas pemain yang merasa pede ketika melatih tanpa harus tahu antara teori dan praktek. Ini berbeda sekali dengan pelatih-pelatih di luar Inggris yang memang sama seperti pemainnya mengutamakan pendidikan tinggi. Hasilnya bisa dilihat pada diri Jose Mourinho atau Arsene Wenger.
- Publikasi yang berlebihan. Sudah tahu kemampuan para pemain dan pelatihnya biasa-biasa saja masih saja mereka diperlakukan dengan publikasi yang mencolok. Hal ini menjadikan mereka seperti sekumpulan artis hollywood. Media-media di Inggris memang terkenal seperti itu dan terlalu mendramatisir kondisi tim Inggris ketika kalah atau menang padahal performa biasa-biasa saja.
- Karena pola pemikiran ke buruh haram namanya taktik dan strategi. Dalam setiap pertandingan klub-klub Inggris dapat dilihat pola 4-4-2 yang condong kepada kick and rush. Saya hanya ingin mengatakan bahwa cara seperti itu tidak ada seninya karena tidak melalui proses. Jika Inggris mau maju seharusnya meninggalkan hal ini dan utamakan taktik dan strategi.
Sebenarnya banyak hal yang menyebabkan Inggris selalu kalah tetapi apa yang saya jabarkan merupakan inti dari semua. Ya semoga saja penggemar Inggris sadar begitu juga pemain dan masyarakat di sana. Jadi, Inggris bukanlah tim besar yang harus inferior terus kan?
0 komentar:
Posting Komentar